Minggu, 18 Juli 2010

Kuyt Bangga Jadi Belanda

Pemain Belanda, Dirk Kuyt.

AMSTERDAM, Penyerang tim nasional Belanda, Dirk Kuyt, mengaku sangat bangga menjadi orang Belanda, menyusul sambutan meriah yang dia terima dari rakyat Negeri Kincir Angin tersebut sepulang dari Piala Dunia 2010.

Meski kalah dan gagal menjadi juara dunia, skuad "Oranje" tetap dianggap sebagai pahlawan di negaranya. Hal ini dibuktikan oleh ribuan penggemar Belanda yang sukses mengoranyekan lokasi pesta penyambutan Kuyt dkk di kanal yang membelah kota Amsterdam.

"Saya tak tahu Belanda bisa begitu bersatu seperti ini. Ini sangat unik," kata Kuyt.

"Sangat luar biasa bila Anda mendapat ucapan terima kasih dengan cara semacam ini. Saat itu, Anda sangat bangga menjadi warga Belanda."

"Kami bisa bangga dengan diri kami sendiri. Kami telah memberi semua yang kami punya. Kami cuma tak memenangkan pialanya, itu saja. Tapi kami saling membanggakan satu sama lain. Kami harus merayakan ini," tambah pemain Liverpool tersebut.

Belanda gagal menjadi juara dunia setelah pada babak final kalah 0-1 dari Spanyol. Gol semata wayang gelandang Spanyol, Andres Iniesta, pada babak perpanjangan waktu memaksa Belanda kembali mengubur mimpi meraih Piala Dunia untuk kali pertama.

Padahal, sebelum laga final, Belanda merupakan satu-satunya tim di Afrika Selatan yang selalu meraih kemenangan. Partai puncak yang berlangsung di Stadion Soccer City, 11 Juli lalu, seolah menjadi antiklimaks dari performa apik Belanda sepanjang turnamen.

Beckham: Pemain Membunuh "Tiga Singa"

Mantan kapten Inggris David Beckham bertepuk tangan usai pertandingan penyisihan Grup C Piala Dunia 2010 antara Inggris dan Slovenia di Stadion Nelson Mandela, Port Elizabeth, rabu (23/6/2010). Inggris menang 1-0 dan lolos ke babak 16 besar.

LONDON, - Gelandang Inggris David Beckham berpendapat, pelatih Fabio Capello bukanlah biang kegagalan "Three Lions" pada Piala Dunia 2010. Kegagalan Inggris justru terletak pada para pemain tampil tidak sebagai sebuah tim.

Sebagai tim yang difavoritkan juara, penampilan "Tiga Singa" di turnamen itu malah jauh dari harapan. Steven Gerrard dan rekan-rekannya terpaksa mengepak koper lebih dulu setelah dipermalukan seteru abadinya Jerman 1-4 di perdelapan final. Ironinya, "Tiga Singa" harus pulang dengan hanya mengantongi sekali kemenangan.

Atas kegagalan itu, Capello dijadikan kambing hitam. Sejumlah kalangan menilai Capello menerapkan taktik dan strategi yang tak tepat karena hanya terlalu bergantung kepada Wayne Rooney. Beckham yang gagal tampil di Piala Dunia karena mengalami cedera tak sependapat Capello merupakan biang kegagalan timnya.

"Dia (Capello) telah melakukan segalanya yang bisa dilakukannya," tutur Beckham kepada Yahoo. "Dia mempersiapkan kami dengan benar. Dia telah bekerja banyak bagi tim."

Mantan gelandang Manchester United itu justru menilai, letak kegagalan timnya disebabkan oleh para pemain yang tampil sebagai sebuah tim.

"Dia (Capello) juga telah mengatur semuanya untuk para pemain, tapi para pemain menyadari, mereka telah mengecewakan. Kami tidak tampil sebagaimana pemain yang Anda kenal. Anda tahu kapan Anda tidak tampil, Anda tahu kapan Anda tidak bermain dengan baik," imbuhnya.

"Para pemain masuk ke lapangan dan mereka tahu jika tidak bisa memenangkan pertandingan. Para pemain sadar soal itu tapi bukan tentang seseorang, bukan tentang bagaimana seseorang bermain, ini tentang bagaimana kami bermain sebagai sebuah tim. Ini klise, tapi Anda menang sebagai tim dan Anda kalah sebagai tim," jelas mantan kapten Inggris itu.

Beckham awalnya bakal dimainkan di turnamen tersebut. Ia akhirnya absen akibat cedera yang dialaminya ketika membela AC Milan. Pemain berusia 33 tahun itu berencana membela Inggris di Piala Eropa 2012 dan berharap bisa tampil lagi di piala dunia.

Rabu, 14 Juli 2010

Belanda Membayar Permainan Keras

JOHANNESBURG, - Pendekatan fisik yang dimainkan oleh tim Belanda di final Piala Dunia 2010 dan berakhir dengan kekalahan 0-1 dari Spanyol dinilai memalukan. ”Oranye ” bermain keras sejak awal laga untuk memotong aliran bola ”La Furia Roja” dan merusak ritme ”tiki-taka”.

Strategi Pelatih Bert van Marwijk untuk bermain dengan pendekatan fisik memang berhasil merusak permainan tiki-taka Spanyol. Emosi sejumlah pemain Spanyol pun terpancing sehingga pola permainan indah seperti saat mengalahkan Jerman 1-0 tidak muncul.

Belanda membayar permainan keras itu dengan ganjaran sembilan kartu kuning, termasuk dua kartu kuning untuk John Heitinga yang diikuti kartu merah. Dari 11 pemain yang bermain sejak awal pertandingan, hanya Wesley Sneijder, Dirk Kuyt, dan kiper Marteen Sketelenburg yang tidak menerima kartu kuning.

Pendekatan fisik yang dijalankan oleh Belanda menjadi terlalu kasar setelah Mark van Bommel melakukan ganjalan keras dari belakang dan Nigel de Jong mendomonstrasikan tendangan kung fu ke dada Xabi Alonso. Untung, wasit Howard Webb tidak mengganjar kartu merah kedua gelandang bertahan ”Oranye” itu.

”Spanyol adalah negeri dengan sepak bola terbaik dalam beberapa tahun terakhir, jadi kami perlu mendominasi permainan untuk mengalahkan mereka,” ujar van Marwijk.

Strategi van Marwijk itu memang efektif merusak permainan tiki-taka Spanyol. Bahkan, tercipta dua peluang emas saat Arjen Robben berhasil lolos dari jebakan offside dan tinggal menghadapi kiper Iker Casillas. Dua peluang emas mencetak gol itu terbuang sia-sia berkat kepiawaian dan ketenangan kiper senior Casillas.

”Kami menjalankan taktik dengan baik. Kami berada dalam posisi yang bagus. Ini memang bukan gaya kami, tetapi Anda bermain untuk menang,” ujar van Marwijk membela strategi fisik yang ia terapkan.

Spanyol yang kehilangan pola permainan sempat keteteran oleh serangan-serangan balik Belanda. Namun, kemampuan individu para pemain Spanyol mampu kembali mempertahankan penguasaan bola meskipun aliran bola kurang lancar.

Spanyol yang mampu bertahan dalam tekanan itu tidak lepas dari keberadaan enam pemain yang terbiasa bekerja sama di klub Barcelona. Mereka sudah menyatu dan tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi kebuntuan permainan.

Belanda terjebak dalam strateginya sendiri dan tidak mampu mengembangkan permainan. Pilar serangan mereka, Wesley Sneijder, Dirk Kuyt, dan Arjen Robben tidak bisa mengembangkan permainan. Penyerang tunggal Robin van Persie nyaris tidak pernah memperoleh bola.

Pola permainan keras Belanda itu dikecam oleh sejumlah pengamat sepak bola, termasuk Alan Hansen, mantan bek Liverpool, yang menilai strategi Belanda sebagai aib.

”Jika Belanda juara, akan buruk bagi sepak bola karena tidak ada tempat untuk cara yang mereka lakukan,” ujar Hansen kepada BBC Sport. Media massa di Belanda pun mengecam permainan keras yang menambah parah tiga kali kegagalan menjadi juara dunia setelah 1974 dan 1978. Belanda membayar permainan kerasnya dengan kekalahan dan kecaman.

"Viva Espana" dan Air Mata Belanda

Para pemain Spanyol bergembira setelah menang di final Piala Dunia 2010 melawan Belanda. Para pemain ini bakal mendapat bonus besar setelah turnamen ini.


Piala Dunia 2010 berlalu sudah. Puncak dari perhelatan akbar itu adalah gol Andres Iniesta ke gawang Belanda. Dan, dunia pun berteriak, Viva Espana! ”Sungguh tak dapat dipercaya dan tak terpahami. Kita telah memenangi Piala Dunia, semuanya ini tak bisa diungkapkan dalam kata-kata,” kata Iniesta.

Kecuali kegembiraan Iniesta beserta seluruh Spanyol, Piala Dunia 2010 ini juga menyisakan banyak kejadian yang luar biasa. Kata Franz Beckenbauer, ”Lapangan bola itu penuh sulapan dan tukang sulap.” Dan, salah satu penyulap luar biasa dalam Piala Dunia kali ini adalah Carles Puyol.

Puyol membuktikan bahwa asal orang mempunyai kemauan, gunung pun—ibaratnya—bisa ia pindahkan. Waktu kecil, Puyol dianggap tidak mempunyai banyak bakat. Namun, ia berkemauan dan berusaha keras untuk mencapai cita-citanya.

Sebagai anak, ia adalah pengagum Superman. Pada suatu hari Natal, ia ingin diberi hadiah kostum Superman. Orangtua Puyol, yang hanya petani, tak dapat memenuhi permintaan itu. Puyol nekat dan ingin menguji, apakah tanpa kostum Superman ia bisa terbang. Maka, terjunlah ia dari balkon rumahnya. Untunglah uji coba ini tak membawa celaka baginya.

Dan, sekian tahun kemudian, pada Piala Dunia ini, Puyol menyulap diri menjadi Superman lagi. Dalam pertandingan semifinal, Spanyol menggedor Jerman habis-habisan. Toh, gedoran mereka belum juga membuahkan gol. Lalu, pada menit ke-72 datanglah bola penjuru dari Xavi dan berlarilah Puyol dari kejauhan hampir enam belas meter. Kemudian, seperti Superman, ia terbang lalu menyundul bola ke gawang Manuel Neuer. Sundulan ”Superman” itu bagaikan sulapan yang mengantar Spanyol ke final.

Dunia bola menarik karena di dalamnya boleh terjadi sesuatu yang seperti sulapan dan irasional. Karena ketatnya persaingan di semifinal dan final, orang tak lagi puas dengan kalkulasi rasional dan strategis untuk mengetahui, siapakah yang bakal menang. Maka, orakel harus dicari.

Dan, kali ini si gurita Paul-lah yang dijadikan orakel. Lucunya, ramalan Paul ternyata benar: Spanyol menang lawan Jerman dan kemudian menang lagi lawan Belanda. Maka, begitu Piala Dunia usai, bukan hanya Thomas Mueller, Bastian Schweinsteiger, Sami Khedira, dan Mesut Oezil, tetapi juga Paul laris ditaksir. Kabarnya, seorang pengusaha Spanyol mau membeli Paul dengan 30.000 euro karena ramalannya yang jitu itu.

Tapi, lebih daripada sekadar sulapan dan irasionalitas, dunia bola ternyata juga bisa menjadi medan refleksi. Jerman kali ini tampil fenomenal. Salah satu fenomenanya yang mencolok adalah realitas multietnis kesebelasan mereka. Presiden Jerman yang baru saja dilantik, Christian Wulff, mengajak para politikus Jerman agar mau menarik pelajaran dari tim besutan Joachim Loew.

Politik Jerman dianggap sangat terbata-bata dalam menangani masalah multietnis. Sementara Loew berhasil memadukan nilai-nilai dasar Jerman dengan kreativitas kultural lain di luar Jerman. Hasilnya, bukan hanya sebuah kesebelasan Jerman yang menawan, melainkan juga sebuah warta tentang negara Jerman modern yang berani menyerap nilai-nilai kultural lain.

Kabinet Angela Merkel dinilai tidak mempunyai perencanaan. Anggotanya bekerja sesuai dengan kemauannya sendiri. Sementara Loew menyusun kesebelasannya dengan perencanaan yang amat terperinci. Kesebelasan Jerman tidak hanya memasang target, tetapi juga mencari jalan untuk mencapai target itu dan mengevaluasinya terus-menerus. Dalam perencanaan ini, pemain diajak untuk belajar agar makin hari mereka menjadi makin terampil dan matang.

Politik tak pernah mau kalah. Lain dengan sepak bola yang pernah harus kalah, seperti ketika Jerman dipukul Serbia. Kekalahan itu membuat mereka rendah hati dan mau belajar lagi. Politik tidak mempunyai kerendahan hati itu. Mereka hanya bisa sombong walaupun akhirnya semua janji dan programnya adalah omong kosong.

Piala Dunia tidak hanya menjadi cermin bagi politik lokal, tetapi juga politik global. Penduduk dunia, dari utara mau ke selatan, dari barat ke timur, dipersatukan oleh pertandingan-pertandingan bola. Segala perbedaan untuk sementara seakan hilang ketika warga dunia asyik mengamati Piala Dunia. Benarlah kata-kata: sepak bola adalah perang yang dikulturkan dan dijadikan permainan sehingga dengan cara luar biasa ia bisa mempersatukan dunia.

Namun, Piala Dunia tidak hanya meninggalkan kebahagiaan, perdamaian, dan kegembiraan. Piala Dunia juga meninggalkan air mata. Dan, air mata itu adalah air mata pemain-pemain Belanda. ”Sungguh sulit bagi kami untuk menanggungnya. Bayangkan, kami sudah begitu dekat dengan titel juara, lalu pada saat yang sama, kami berada begitu jauh darinya. Siapa yang tidak sedih,” kata Dirk Kuyt sambil berlinangan air matanya.

Rekannya, Wesley Sneijder, terus menangis. Teman-temannya mencoba menghiburnya, tetapi tak juga berhenti air matanya. Dan, kata Mark van Bommel, ”Kekalahan dari Spanyol ini akan terus menyertai saya seumur hidup saya.” Setelah dua trauma karena dua kali kalah di final Piala Dunia, 1974 dan 1978, inilah trauma ketiga yang harus ditanggung Belanda. Begitulah Piala Dunia 2010 ini menyisakan air matanya.


Walau Kalah, Belanda Disambut Meriah

Ilustrasi: Squad Belanda

AMSTERDAM, — Kegagalan tim nasional Belanda meraih Piala Dunia 2010 ternyata tak lantas melunturkan kecintaan dan kebanggaan warga Belanda terhadap timnasnya. Hal ini ditunjukkan oleh ribuan warga yang menggelar parade untuk menyambut kepulangan "Der Oranje".

Ribuan fans yang memadati terusan Amsterdam sukses menjadikan lokasi parade sebagai lautan oranye. Dengan membawa tulisan "Thank you our heroes", meniup vuvuzela dan melemparkan konfeti (kertas warna-warni berukuran kecil), mereka berpesta seolah menyambut sang juara.

Sementara itu, timnas Belanda yang mengenakan pakaian kasual, celana pendek dan t-shirt, ikut hanyut dengan perayaan ini dengan menari dan meneriakkan kata "Holland, Holland". Di atas kapal berhias bunga berwarna oranye, Giovanni van Bronckhorst dkk diarak mengelilingi sungai sepanjang tujuh kilometer itu.

"Saya tak pernah melihat timnas Belanda berjuang hingga akhir seperti ini. Para pemain layak menerima parade ini meski mereka tidak menang," kata salah satu fans bernama Denny de Jonge.

"Hari Minggu kemarin kami sangat sangat kecewa, teapi sekarang kami sangat bangga dengan mereka. Menjadi juara dua di dunia sama sekali tidak buruk apabila Anda betul-betul memikirkannya," tutur Nico Bekker, pendukung Belanda lainnya.

Menurut Stefan Bons, fans Oranye lainnya, parade ini diharapkan mampu membantu timnas Belanda melewati masa-masa sulit pasca-kegagalan meraih gelar juara dunia untuk yang ketiga kalinya. Sebelumnya, Belanda juga gagal di final Piala Dunia 1974 dan 1978.

"Kami tak tahu kapan Belanda bisa berlaga di babak final Piala Dunia lagi. Untuk itu, kami harus menikmati masa ini dengan maksimal," kata Bons.

Selain warga yang menyambut meriah kedatangan timnas Belanda, pihak Pemerintah Belanda juga memberikan apresiasi serupa. Bahkan, kapten tim Giovanni van Bronckhorst dan Pelatih Bert van Marwijk dianggap sebagai ksatria oleh Perdana Menteri Jan Peter Balkenede. Kedua orang ini dinilai sukses tampil sebagai inspirator tim selama berada di Afrika Selatan.

"Belanda sangat bangga dengan pasukan Oranye. Meski hanya menjadi juara dua, timnas Belanda adalah juara bagi rakyat Belanda," ucap Balkenede.

Iniesta: Saya Tak Pernah Hilang Keyakinan

Gelandang Spanyol Andres Iniesta merayakan golnya ke gawang Belanda pada final Piala Dunia 2010 di Stadion Soccer City di Soweto, sebuah wilayah di Kota Johannesburg, Minggu (11/7/2010).

MADRID, — Gelandang tim nasional Spanyol, Andres Iniesta, mengaku dirinya tak pernah hilang keyakinan dan harapan untuk bermain di Piala Dunia Afrika Selatan 2010. Satu gol kemenangan atas Belanda di final menjadi bukti keyakinan Iniesta bersama Spanyol.

Musim lalu, Iniesta nyaris menghabiskan waktunya untuk bergelut dengan cedera pahanya. Bersama klubnya, Barcelona, pemain berusia 26 tahun ini bahkan hanya sempat merasakan sejumlah pertandingan jelang musim kompetisi berakhir.

Namun, Iniesta tak patah semangat. Ia terus menjalani terapi guna memulihkan cederanya dan melakoni latihan ringan. Alhasil, cedera pahanya berhasil pulih tepat waktu dan Iniesta pun mendapat kesempatan untuk bermain di Piala Dunia pertamanya.

"Saya selalu punya keyakinan dan kepercayaan diri. Saya punya banyak kepercayaan diri dengan tim sejak pertama kali," kata Iniesta.

"Musim lalu memang sulit bagi saya, dalam berbagai cara, tapi ada juga momen dalam musim lalu di mana saya merasa baik. Musim lalu adalah masa yang sulit, tak ada yang lain," lanjutnya.

Perjalanan Spanyol sendiri selama berada di Afsel tak selalu berjalan mulus. Datang dengan status Juara Eropa 2008 dan salah satu unggulan di Piala Dunia 2010, Iniesta dkk dikejutkan dengan menerima kekalahan di laga perdana.

Menghadapi tim semenjana Swiss pada pertandingan pertama penyisihan grup, pasukan "Matador" gagal menunjukkan kelasnya sebagai jawara Eropa. Alih-alih meraih kemenangan, Spanyol justru tumbang 0-1.

Kekalahan ini tak urung menjadi "tamparan" telak bagi kubu "La Furia Roja". Namun, berkat tangan dingin Pelatih Vicente del Bosque, Spanyol berhasil mengevaluasi performa buruk mereka dan mengubahnya menjadi penampilan impresif dan stabil hingga babak terakhir Piala Dunia 2010.

Iniesta sendiri akhirnya tampil sebagai pahlawan Spanyol. Gol semata wayangnya di partai puncak kontra Belanda cukup untuk mengantar Spanyol menjadi Juara Dunia 2010.

"Sangat sulit menjelaskan. Yang bisa saya katakan adalah, saya merasa sangat bahagia bisa mencetak gol di saat penting seperti itu. Bisa membuat semua orang gembira adalah sesuatu yang tak ternilai," papar Iniesta.

"Banyak orang mengikuti kami dan ikut menderita bersama kami di timnas. Melihat mereka semua bahagia adalah hal yang paling berharga," tutupnya.

Saatnya Gempur Afrika Selatan

Cape Town salah satu kota yang punya infrastruktur bagus dan lengkap, termasuk pelabuhan. Kota ini juga indah, salah satunya karena ikon Table Mopuntain.

AFRIKA Selatan (Afsel) bakal semakin populer dan bergairah setelah sukses menggelar Piala Dunia 2010. Pesta sepak bola dunia itu seolah menegaskan bahwa negeri ini sudah begitu maju dan punya banyak peluang ekonomi besar dan punya kekayaan besar pula untuk diajak kerja sama. Peluang itu sudah pasti dimanfaatkan beberapa negara dan Indonesia harus segera menggempurnya.

Sebagai negara yang ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya, Afsel tergolong sukses membangun imej baru. Terlepas dari kekurangan di sana-sini, Afsel telah meyakinkan dunia tentang kemampuannya mengatasi ancaman keamanan.

Dibanding tingkat kriminalitasnya yang amat tinggi, kasus kriminal di Afsel selama Piala Dunia tak terlalu memprihatinkan. Mereka juga mampu mengatasi ancaman teror kelompok ekstremis yang sebelumnya mengancam akan melakukan aksinya.

Meski kereta cepat belum siap beroperasi, Afsel juga telah menunjukkan infrastruktur yang baik. Mereka punya dua pelabuhan besar di Cape Town dan Durban, juga beberapa bandara yang bertaraf internasional. Jalan darat juga sudah merambah ke mana-mana dalam kondisi yang amat memuaskan. Nyaris tak pernah terjadi kemacetan seperti di Jakarta.

Mereka juga punya budaya yang rapi dan disiplin dalam berlalu lintas ataupun antre. Rasa saling menghormati antara ras juga semakin kuat sehingga makin menepis ketakutan perang saudara.

Sebuah kondisi yang menurut Duta Besar Indonesia untuk Afsel Syahril Sabaruddin amat menggiurkan. Bahkan, katanya, ini saatnya Indonesia harus mulai "menggempur" Afsel, terutama dalam bidang ekonomi dan budaya.

Secara ekonomi, Indonesia masih kecil bergulat di negeri ini. Volume perdagangannya di Afsel saja hanya 1,1 miliar dollar AS, jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

"Ini ironis. Presiden Afsel dan ketua partai berkuasa ANC selalu menyatakan bahwa Indonesia adalah sahabat dekat. Namun, kita belum banyak memanfaatkan kedekatan ini. Maka, mulai sekarang Indonesia harus mulai menggempur Afsel," tegas Syahril saat bertemu wartawan Indonesia di Sandton, Johannesburg, Minggu (11/7/2010).

Ironi itu cukup memprihatinkan. Indonesia termasuk paling tegas menentang apartheid di Afsel. Bahkan, Indonesia menolak warganya pergi ke Afsel sebagai bentuk protes terhadap praktik apartheid yang membeda-bedakan ras dan warna kulit, sementara beberapa negara lain dulu tak bersikap seperti itu.

"Begitu apartheid dihapus dan Afsel menuju demokrasi, justru negara lain yang memanfaatkan pasar di Afsel. Perdagangan kita kalah agresif dibanding Malaysia, Vietnam, dan Thailand, apalagi dari China," tutur Syahril.

Ketua Indonesia Trade and Promotion Center (ITPC) Wawan Sudarmawan juga mengatakan, banyak peluang di Afsel yang belum dimanfaatkan Indonesia. Contohnya, batik belum banyak menyerang pasar Afsel, padahal tokoh besar Nelson Mandela sudah menjadi model.

Syahril Sabaruddin mengatakan, pihaknya akan menggelar program pendobrakan itu. Dia akan segera datang ke Jakarta untuk memberi kabar dan meyakinkan para pengusaha agar bermain di Afsel. Sebab, Indonesia tak bisa terus mengandalkan pasar Eropa. Selain itu, dia juga akan terus memopulerkan budaya Indonesia biar semakin dekat hubungannya.

"Kami akan memperkuat brand-brand Indonesia. Contohnya batik. Caranya, kami akan membuka Indonesia House. Korea Selatan dan China sudah lebih dulu memilikinya. Indonesia House nantinya sebagai pusat pengenalan dan memperkuat brand-brand dan budaya Indonesia di Afsel," terangnya.

Syahril juga menyayangkan, Pemerintah Indonesia juga kurang tanggap dan aktif menggarap Afsel. Jika negara lain sering mengirim menteri perdagangannya ke Afsel, Indonesia sangat jarang. Hanya sekali menteri perdagangan Indonesia datang ke Afsel pada 2006.

"Saya kira, pejabat kita juga sudah harus mulai aktif membuka jalan kerja sama di semua bidang," harapnya.

Afsel memang wilayah potensial. Mereka punya gaya hidup yang mirip-mirip orang Eropa, juga punya kekayaan berlimpah. Tinggal bagaimana Indonesia bersaing dengan negara lain untuk menggempur dan meraih keuntungannya.