Minggu, 13 Juni 2010

Barang Hilang, Nyawa Melayang

Seorang pemuda mendekati ibu tua yang baru keluar dari tempat pusat belanja dan memasukkan barangnya ke bagasi. Sementara seorang pemuda mencoba mendekatinya. Adegan seperti ini bisa berujung tindak kejahatan.

JOHANNESBURG, - Jangan pernah sendiri! Jangan ke tempat-tempat sepi! Jangan berlama-lama di lampu merah! Jangan coba-coba bergaya perlente dan suka pamer benda berharga seperti kamera, handphone, dan laptop! Jangan melawan jika dirampok!

Itu hanya sebagian nasihat yang diterima Kompas.com yang baru empat hari berada di Afrika dalam rangka meliput Piala Dunia 2010. Semakin hari, mungkin semakin banyak nasihat pula.

Namun, nasihat-nasihat itu positif dan bentuk kepedulian orang-orang baik di Afsel yang sudah tahu keadaan, situasi, dan kondisi. Mereka hanya ingin para pendatang tidak mengalami hal buruk.

Ya, nasihat itu semua muncul karena tingginya angka kriminalitas di Afsel. Bahkan, kriminalitas di negeri ini mungkin sudah tertinggi di dunia, mengalahkan New York. Jumlah pembunuhan saja sempat mencapai dua menit sekali.

Di satu sisi, Afsel memang negeri yang cukup maju. Namun, di sisi lain masalah sosial sangat kompleks. Dari sinisme antarras yang belum juga tuntas, pengangguran meningkat, perumahan yang belum merata, hingga kecemburuan sosial yang tinggi. Jurang si kaya dan miskin masih cukup lebar.

Selain itu, pemerintah kurang tegas mengatasi kejahatan. Afsel punya sistem bail. Jika ada orang yang membunuh bisa membayar bail, maka dia dibebaskan dari tahanan sambil menunggu pengadilan.

"Kemarin ada artis yang diduga membunuh. Tapi, hanya membayar bail 10 ribu rand (sekitar Rp 13 juta), dia bisa lolos dari penjara," kata warga Pretoria.

Selain itu, kepemilikan senjata sangat longgar. Semua orang bebas membeli senjata, asal diregristrasi. Persoalannya, regristrasi sangat mudah. Selain itu, banyak senjata beredar luas secara gelap.

Kultur para penjahat di Afsel juga terkenal sadis. Mereka tak ingin meninggalkan saksi. Bahkan, jika kita sudah memberikan semua barang yang diminta, tapi si korban sempat menatap wajah penjahat, maka dia bisa dibunuh. Sebab, sang penjahat merasa korban mengenal wajahnya, maka harus dihilangkan sekalian.

"Di sini kejahatan amat kejam, Mas. Sudah mendapat barang atau uang yang diinginkan, belum tentu penjahat puas. Dia bisa membunuh korban meski tak melawan. Sebab, mereka ingin menghilangkan jejak," kata Dedi, warga negara Indonesia yang sudah 14 tahun tinggal di Afsel.

Jadi, barang hilang, penjahat belum tentu puas. Dia cenderung mudah membuat nyawa korban melayang, jika merasa tidak tenang.

"Di sini (Afsel, Red), kalau ditodong atau dirampok jangan melihat wajah penjahat. Dan, jangan melawan karena bisa langsung ditembak, jika dia membawa pistol. Selain tak mau dihapali wajahnya, di sini menatap wajah sama saja menantang," jelas Jaka Jussac, warga Indonesia lain yang juga sudah lama tinggal di Afsel.

Ini yang menakutkan dari Afsel buat para suporter tim-tim yang tampil di Piala Dunia. Bahkan, FIFA sendiri pernah menekan pemerintah Afsel untuk mengatasi kejahatan. Namun, tampaknya usaha pemerintah belum begitu maksimal, hingga kejahatan justru makin marak menjelang Piala Dunia dan mungkin selama Piala Dunia pula. Sebab, mereka juga ingin memanfaatkan suasana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar