Selasa, 22 Juni 2010

Kematian Semangat Juara Perancis

Pelatih Perancis Raymond Domenech (tengah) berbicara kepada para pemainnya dalam sesi latihan di Field of Dreams di Knysna, Sabtu (19/6/2010). Sehari sesudahnya, para pemain mogok berlatih.

JOHANNESBURG, Entah apa yang tengah terjadi dengan tim nasional Perancis saat ini. Penampilan mereka pada Piala Dunia Afrika Selatan 2010 sangat jauh dari kata menggembirakan. Para pemain kehilangan semangat juang mereka dan sang pelatih pun tak mampu menaikkan moral atau membangun keharmonisan dalam tim.

Wajar bila kemudian media menilai skuad Les Blues kini dihuni oleh sekelompok "pemberontak". Sayangnya, para "pemberontak" ini bukanlah petani-petani yang secara lantang berteriak meminta potongan brioche atau sedikit keadilan pada zaman tirani masa lalu. Para "pemberontak" ini cuma sekelompok pesepak bola kaya yang punya kehidupan penuh dengan kemewahan dan fantasi, tapi tak tahu arti kata "bersatu" atau "respek".

Hal ini bisa dilihat dari tingkah laku mereka yang persis seperti sekumpulan anak-anak manja nan menyebalkan. Mereka menolak berlatih, memaki pelatih, hingga "mengamuk" di depan kamera televisi.

"Semua orang di dunia pasti tengah menghujat kami sekarang. Saya sangat geram karena kami tidak lagi bermain sepak bola seperti dulu," keluh Franck Ribery.

Apa yang terjadi dengan "Tim Ayam Jantan" saat ini memang sangat memalukan. Sungguh jauh berbeda dengan pasukan Piala Dunia 1998 ketika sepak bola Perancis merasakan nikmatnya gelar juara dari sebuah legiun multietnis mereka. Saat itu para "Black, Blancs, and Beurs" atau "Hitam, Putih, dan Arab" kompak bahu-membahu meraih impian mereka jadi yang terbaik di jagat sepak bola dunia.

"Legion of Dishonor"

Sekarang, Patrice Evra dkk boleh melupakan medali "La Belle France", yang mungkin akan dapat mereka raih bila mampu berprestasi. Sebaliknya, mereka justru lebih layak mendapat gelar Legion of Dishonor alias "Pasukan tanpa Kehormatan" akibat performa plus perangai buruk mereka di dalam maupun di luar lapangan.

Pelatih Raymond Domenech pun gagal membuat tim yang solid dan harmonis. Selama enam tahun masa kepelatihannya, Domenech telah membuktikan diri sebagai pelatih paling menyedihkan yang pernah dimiliki Perancis.

Kendati bermaterikan pemain-pemain bintang yang bermain di klub-klub besar Eropa, Domenech tak sanggup memoles mereka menjadi satu tim yang kompak. Sebaliknya, skuad Perancis justru terlihat kepayahan untuk bermain efektif dan mumpuni.

Meski begitu, apa yang tengah terjadi di tubuh timnas Perancis bukanlah sepenuhnya salah pelatih. Federasi Sepak Bola Perancis atau French Football Federation (FFF) juga harus bertanggung jawab atas "keyakinan" mereka yang terlalu lama terhadap Domenech. Media menilai, FFF harusnya "membuang" Domenech pasca-Perancis gagal total pada Piala Eropa 2008.

Parahnya lagi, Domenech bahkan sanggup melakukan hal gila dengan melamar rekannya, Estelle Dennis, secara langsung di televisi, hanya beberapa saat ketika Perancis tereliminasi dari Piala Eropa 1998. Skandal inilah yang kemudian berbuntut dengan tak lagi dihormatinya sosok Domenech di tubuh timnas.

Ditambah dengan keputusan-keputusannya yang dianggap tak populer dan perselisihan dengan para pemainnya sendiri, hal-hal ini kian menjadikan Domenech sebagai "musuh nomor satu" Perancis.

Pendek kata, tak ada satu pun perilaku pemain atau pelatih Domenech yang masuk kategori bagus. Kejahatan paling besar dari skuad ini adalah gagal menaikkan prestasi sepak bola Perancis layaknya timnas Piala Dunia 1998, yang dimotori Zinedine Zidane.

Kegagalan Perancis mencetak gol dan meraih kemenangan dalam dua pertandingan pada penyisihan Grup A Piala Dunia 2010 membuat posisi mereka terancam untuk pulang lebih awal. Kini, semua orang bisa menebak apa yang bakal terjadi di pertandingan terakhir mereka kontra Afrika Selatan.

Yang terlintas di benak rakyat Perancis saat ini hanyalah "pesona tim pesakitan". Tim yang tercerai berai ini telah menghancurkan segala sejarah dan ekspektasi jutaan warga multietnis Perancis. Ketegangan demi ketegangan yang terjadi di tubuh timnas plus ketidakmampuan Domenech untuk mengubah Perancis jadi tim juara lagi kian memadamkan asa warga Perancis.

Patut dinanti apa yang akan dilakukan anak-anak asuh Domenech pada laga terakhir mereka pada penyisihan Grup A Piala Dunia 2010. Mungkinkah Perancis akan mencoba bangkit dan menyelamatkan sedikit kehormatan mereka atau justru mereka malah akan memperpanjang aib mereka dengan lagi-lagi bermain manja?

Well,
satu hal yang pasti, semangat juara ala skuad 1998 telah lama mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar