Senin, 21 Juni 2010

Man of The Match: Fabiano, Menjaga Tuah Nomor 9

Striker Brasil, Luis Fabiano.

JOHANNESBURG, — Luis Fabiano berangkat ke Piala Dunia 2010 dengan tugas sangat berat. Ia harus bisa menjaga kesakralan nomor seragam 9 dalam tim Brasil. Tugas itu setidaknya sudah ia cicil ketika mencetak dua gol melawan Pantai Gading.

Nomor 9 dalam skuad Brasil bukanlah nomor sembarangan. Hanya orang-orang tertentu yang bisa dipercaya mengenakan angka keramat ini di punggungnya. Dalam sejarah Brasil, pemain dengan nomor ini selalu mendapat kepercayaan menjadi penentu kemenangan "Samba" melalui gol-gol yang dicetaknya.

"Kesatria, kamu lebih bagus dari (pemain) yang lain. Aku tahu kamu akan menjaga nama baik nomor 9, yang kamu kenakan, dan sekarang menjadi milikmu," begitulah pesan yang dikirim oleh Ronaldo Luís Nazario de Lima kepada Fabiano melalui situs Twitter sebelum Brasil melawan Korea Utara.

Ronaldo adalah pemakai nomor 9 terakhir sebelum Fabiano. Ia sudah mengenakannya sejak Piala Dunia 1998 hingga dua periode berikutnya. Selama tiga periode itu, Ronaldo selalu menjadi tumpuan "Selecao". Ia berhasil mengantar Brasil ke final 1998, di mana Ronaldo dikabarkan "dipaksa" bermain dalam kondisi sakit sehingga Brasil kalah dari tangan tuan rumah Perancis.

Pada 2002, ketika benar-benar pulih dari cedera, Ronaldo tampil sebagai pemain terbaik di Korea Selatan-Jepang. Dua golnya ke gawang Jerman di partai final memenangkan tim "Samba" dan memberikan gelar juara dunia kelima bagi negara tersebut. Nomor 9 milik Ronaldo muncul lagi empat tahun lalu, tetapi Ronaldo sudah terlalu gemuk dan sulit bergerak mengejar bola. Brasil lagi-lagi kalah lawan Perancis, tetapi di perempat final.

Kini tugas menjaga kesakralan nomor 9 itu beralih kepada Fabiano. Tugas yang tadinya gagal ia tunaikan ketika ia tak berhasil mencetak gol dalam duel versus Korea Utara pada pertandingan pertama mereka di fase grup. Namun, ketika melawan Pantai Gading, rasanya pantas jika menyebut Fabiano sebagai pemain yang pas mengenakan seragam ini. Berkat dua golnya, Brasil mengawali kemenangan 3-1 atas skuad asuhan Sven-Goran Eriksson.

Gol pertama Fabiano terjadi pada menit ke-25 dan ini dia buat dengan sangat brilian. Setelah menguasai umpan terobosan Ricardo Kaka, Fabiano melepaskan tendangan keras ke gawang Boubacar Barry. Dua puluh lima menit kemudian, pemain Sevilla itu beraksi sendirian di antara kepungan lawan. Meski tangannya ikut andil saat mengontrol bola, pemain 29 tahun itu tetap dianggap sah mendapatkan gol kedua lewat tendangan kaki kiri.

Dalam skuad tadi malam, Fabiano merupakan satu-satunya pemain berkarakter penyerang murni di Brasil. Selebihnya, ada playmaker Kaka, sayap kiri Robinho, dan gelandang Elano yang mencetak gol ketiga. Melihat komposisi ini, wajar jika Pelatih Carlos Dunga menyerahkan tugas sebagai bomber utama kepada Fabiano.

Jika dibandingkan dengan Nilmar dan Grafite, dua striker lain yang dimiliki Brasil, konsistensi penampilan Fabiano jauh lebih baik, terutama sejak babak kualifikasi. Selama pra-Piala Dunia, ia adalah pencetak gol terbanyak kedua di zona Amerika Selatan setelah Humberto Suazo dari Cile. Pada Piala Konfederasi tahun lalu, Fabiano menjadi pencetak gol terbanyak. Ia membukukan lima gol, dua di antaranya dicetak di final lawan Amerika Serikat sebelum Lucio menutupnya dengan kemenangan 3-2.

Situs Fifa.com menyebut keunggulan pemain kelahiran Campinas ini ada pada kekuatan penguasaan bola, kecepatan dan kekuatan kaki, serta akurasi bidikannya. Penampilannya yang berangasan tertutupi oleh kepiawaiannya mengayunkan kaki kiri sama baiknya dengan kaki kanan. Pendek kata, kemampuannya luar biasa, sama dengan julukan yang diberikan kepadanya, "O Fabuloso", di samping sebutan "Bad Boy" karena ulahnya yang emosional.

Kemampuan itu bermula sejak Fabiano meniti karier di Ponte Preta di kampung halamannya sejak 1997. Seperti pemain-pemain lain dari negaranya, setelah merasa cukup tangguh, Fabiano mencoba peruntungan dengan hijrah ke Eropa. Ia menjajal kemampuan pertamanya di Rennes pada 2000. Di sana ia meredup sehingga ia memutuskan kembali ke Brasil untuk bergabung dengan Sao Paulo.

Puas berprestasi di Brasil selama tiga tahun, Fabiano kembali lagi ke Eropa pada 2004. Meski bermain buruk di FC Porto, Fabiano nekat mengadu nasib di La Liga Spanyol bersama Sevilla. Kali ini nasibnya berubah baik. Meski diawali dengan cedera pada awal musim dan sembilan bulan tanpa gol, lambat laun Fabiano menemukan permainan terbaiknya. Pada musim ketiganya, ia berhasil menyarangkan 24 gol bagi "Sevillistas" dan menjadi runner-up gol terbanyak di bawah Dani Guiza pada 2007/2008.

Sayangnya, dalam dua musim terakhir, prestasi Sevilla tenggelam. Ini sempat mengancam jatah Fabiano di timnas. Namun, keyakinan Dunga kepadanya tetap besar dan Fabiano telah menjawabnya dalam laga semalam, sekaligus menjawab bahwa ia pantas memakai kaus bernomor 9. "Semua pemain punya keyakinan dalam diri Luis Fabiano," tegas Dunga seusai kemenangan 3-1 atas Pantai Gading.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar