Kamis, 24 Juni 2010

Mandela, Beda antara Afsel dan Indonesia

Nelson Mandela (kiri) dan Presiden FIFA, Sepp Blatter, duduk di depan trofi Piala Dunia.

Dua kali Asosiasi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) membuat keputusan "aneh", yaitu menunjuk negara yang tidak gila bola sebagai tuan rumah penyelenggara pesta akbar world cup. Tahun 1994, mereka menetapkan Amerika Serikat. Untuk 2010, FIFA memutuskan Afrika Selatan (Afsel) sebagai tuan rumah seusai World Cup 2006 Jerman.

Saya berkunjung ke Afrika Selatan pada akhir September 2005. Selama lima hari di negeri Presiden Jacob Zuma (dilantik sebagai Presiden Afsel pada 9 Mei 2009), saya memang tidak merasakan adanya getaran demam olahraga sepak bola. Di negera dengan penduduk 44 juta jiwa itu, sepak bola, seperti halnya di AS, menjadi olahraga nomor dua atau nomor kesekian. Orang Afsel lebih senang bermain rugby dan kriket.

Saking gilanya mereka pada kedua cabang olahraga tersebut, dunia pun sudah pernah menunjuk Afsel sebagai tuan rumah Rugby World Cup tahun 1995 dan Cricket World Cup 2003. Sepak bola? Aduh Gusti, sepi! Kompetisi liga sepak bola di sana pun, South Africa Castle Premiership, hanya diikuti 16 kesebelasan. Sepak bola kurang seru dan jarang ditayangkan televisi, tidak seperti di Indonesia.

Namun, begitulah FIFA. Bila ukurannya adalah prestasi sepak bola kelas dunia, maka rasanya tidak adil bila FIFA menunjuk Afsel menjadi tuan rumah World Cup 2010. Kalaupun FIFA berkehendak menyelenggarakannya di Benua Afrika, maka toh masih ada sederet negara di benua hitam itu yang selama ini menunjukkan kedigdayaannya. Sebut saja, Kamerun, Nigeria, Mesir, Marokko, Tunusia, Ghana, Togo, dan Pantai Gading.

Keputusan memang sudah tidak bisa diubah. Tanggal 15 Mei 2004, sebanyak 24 anggota Executive Committee FIFA, dalam sidangnya di Zurich, Swiss, memilih dan menetapkan Afrika Selatan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010 dalam pemilihan lewat voting. Afsel mengungguli calon dari Afrika lainnya, Maroko, Mesir, Libia, dan Tunisia. Welcome to World Cup South Africa 2010.

Tidak istimewa


Lalu kenapa Afrika Selatan? Padahal, negeri penghasil berlian terbaik di dunia serta pengekspor utama dunia untuk komoditas emas dan platinium ini tergolong pendatang baru pada ajang kejuaraan sepak bola piala dunia.

Sepanjang sejarah, mereka hanya dua kali berhasil lolos ke putaran final, yaitu pada World Cup 1998 Perancis (dengan bintangnya Doctor Khumalo) dan Piala Dunia 2002 di Jepang/Korea (dengan pemain bintangnya; Shaun Bartlet).

Prestasi mereka pada kedua ajang itu pun rontok pada babak penyisihan grup. Pada ajang Piala Dunia terakhir tahun 2006, Afsel bahkan tak mampu lolos ke Jerman.

Lantas? Ya, boleh jadi pilihan FIFA itu karena faktor Nelson Mandela (91). Dalam sambutannya di markas FIFA pada 7 Juli 2006, Mandela yang lahir pada 18 Juli 1918 ini mengatakan, "Untuk rakyat Maroko, Mesir, Libia, dan Tunisia, kalian jangan bersedih. Nanti, kalau kalian bertanding di Afrika Selatan, saya kira kalianlah yang akan lebih beruntung."

Itulah gaya Mandela, selalu berkata bijak dan menyejukkan. Nelson Mandela pun memang disegani oleh rakyat seluruh Benua Afrika. Ia bukan saja mantan Presiden Republik Afrika Selatan (yang pertama), melainkan juga sudah menjadi Bapak Bangsa bagi keseluruhan bangsa di seantero Benua Afrika. Salah satunya adalah karena kepahlawanan Mendela dalam melawan penjajah yang menerapkan kebijakan rasial, Aprtheid (1948-1994).

Apa hubungannya Nelson Mandela dengan pilihan FIFA? Mungkin, itu karena Mendela dinilai berhasil meletakkan dasar-dasar negara untuk membawa Afrika Selatan maju di bidang pembangunan ekonomi dan stabilitas politik dibanding negara-negara lain di seantero Benua Afrika.

Lebih maju dari negara Afrika lainnya


Selama di Afrika Selatan, saya mengunjungi tiga kota besar: Johannesburg, Pretoria, dan Cape Town. Suhu udara pada bulan September berkisar 10-15 derajat Celsius. Saat itu, masyarakat Afsel mengenakan pakaian hangat.

Di jalan-jalan, di toko-toko, di hotel-hotel, di mana-mana, terlihat pemandangan kulit hitam dan kulit putih hidup bersama dengan rukun. Di hotel tempat saya menginap, misalnya, para pelayan hotel berkulit hitam dan putih terlihat bekerja sama dengan tidak membedakan warna kulit.

Menempuh jalur darat sejauh 70 km dari Johannesburg ke Pretoria dengan menggunakan bus, rasanya seperti sedang melakukan perjalanan di Jerman atau Belanda. Jalan raya yang saya lalui sangat lebar dua arah, masing-masing empat jalur dengan kelas jalan tol. Sepanjang jalur itu, berdiri bangunan gedung bertingkat, sederet pabrik, dan puluhan kompleks real estate yang benar-benar bergaya Eropa.

Apalagi ketika terbang dan mendarat di Cape Town, saya menangkap kesan bahwa kota perdagangan, turis, dan industri ini benar-benar sangat Eropa. Asap industri memutih di udara, gedung-gedung pencakar langit menjulang di mana-mana. Penduduknya terlihat sibuk dikejar-kejar waktu.

Afrika Selatan memang jauh lebih maju secara ekonomi dan infrastruktur dibanding negara-negara lain di Benua Afrika. Ini pula, barangkali, yang menjadi alasan, mengapa FIFA memilih Afsel sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010.

Lantas, apa jasa Mandela? Ketika penjajah dan rezim Apartheid bertekuk lutut tahun 1994, Nelson Mandela—pemimpin perlawanan—langsung mengambil alih kekuasaan. Ia segera menggelar pemilihan umum yang demokratis pada tahun itu juga, dan terpilihlah dia sebagai Presiden Republik Afrika Selatan yang pertama.

Barangkali saja, Mandela belajar pada pengalaman perjuangan rakyat dan bangsa lain yang berhasil mengusir penjajah, seperti halnya Indonesia. Oleh karena itu, dengan sangat bijak, Mandela mengeluarkan dekrit yang berbunyi: dasar falsafah Republik Afrika Selatan adalah unity (persatuan), equality (persamaan), dan humility (hak asasi manusia).

Dengan dasar falsafah negara seperti itu, para ekspatriat (mantan penjajah) yang terdiri atas etnis Belanda, Jerman, Inggris, sebagian Italia dan Perancis, oleh Mandela diminta untuk tidak meninggalkan Afsel. Mendela mengajak mereka tetap tinggal di negeri itu dengan jaminan dirinya untuk bersama-sama membangun Afrika Selatan.

Hasilnya? Afrika Selatan kini maju pesat secara ekonomi dan stabil secara politik. Itulah jasa paling besar Mandela. Sangat visioner dan tidak ada dendam.

Bagaimana dengan Indonesia? Ketika kita merdeka, para penjajah Belanda diusir pulang ke negaranya, orang Jepang didepak. Lalu, kita membangun negeri ini di atas kaki sendiri, tertatih-tatih hingga kini.


TENTANG AFRIKA SELATAN

* Bentuk Negara : Republik

* Falsafah Negara: Unity, Equality, Humility
* Presiden: Jacob Zuma
* Penduduk: 44 juta jiwa
* Kepadatan penduduk: 36 per km2
* Luas wilayah: 1.219.912 km2
* Bahasa: Ada 11 bahasa resmi termasuk Bahasa Inggris
* Pendapatan per kapita: 3.630 dollar AS per tahun
* Mata Uang: rand (1 rand sekitar Rp 1.800)
* Penghasil dan pengekspor utama dunia untuk berlian, emas, dan platinium
* Memiliki stock exchange berkategori 10 besar terbaik dunia
* Memiliki infrastruktur yang baik, utamanya transportasi
* Memiliki jaringan nasional telekomunikasi sangat modern


REKOR AFSEL DI PIALA DUNIA:
* 1930-1962: belum jadi anggota FIFA
* 1966-1990: kena sanksi FIFA karena apartheid
* 1994: pertama kali ikut World Cup tapi kandas pada babak kualifikasi zona Afrika
* 1998: lolos ke World Cup Perancis gugur pada putaran penyisihan grup
* 2002: lolos ke World Cup Jepang/Korea terhenti pada babak penyisihan grup
* 2006: tidak lolos ke World Cup Jerman
* 2010: otomatis lolos karena sebagai tuan rumah


PRESTASI AFSEL DI PIALA AFRIKA
* 1957: terkena diskualifikasi karena apartheid
* 1959-1992: terkena sanksi FIFA karena apartheid
* 1994: tidak lolos babak kualifikasi
* 1996: juara Piala Afrika
* 1998: juara kedua
* 2000: juara ketiga
* 2002: sampai babak perempat final
* 2004: rontok pada babak pertama
* 2006: tersingkir pada babak pertama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar