Sabtu, 12 Juni 2010

Park Ji-Sung, Sang Gelandang Pekerja

Kapten Korea Selatan, Park Ji-Sung.

PORT ELIZABETH, - Kemenangan Korea Selatan atas Yunani di penyisihan Grup B Piala Dunia 2010 membuat warga Asia bangga. Kemenangan itu tak lain berkat kerja keras Park Ji-Sung, sang gelandang pekerja.

Seperti tak kenal lelah, Park selalu tampil ngotot dalam penampilannya. Kerja keras itu sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai kapten tim dan itu berpengaruh besar pada penampilan Korsel versus Yunani. Kecepatan, kreativitas, serta peluang gol dari Korea jauh mengungguli juara Eropa 2004 itu. Otak dari semua itu tak lain adalah Park, yang mengorganisir permainan timnya dari lapangan tengah.

Berkat kengototannya, Park berhasil mencetak gol kedua Korsel ke gawang Yunani di menit ke-52. Begitu melihat Georgios Samaras kehilangan bola, Park langsung berlari mencuri si kulit bulat, membawanya melewati Avraam Papadopoulos, lalu menceploskannya ke gawang Alexandros Tzorvas. Sebuah gol yang membutuhkan kekuatan fisik berkat kegemarannya minum jus kodok untuk menjaga stamina.

"Orangtuaku bilang (jus kodok) itu baik untuk kesehatanku agar menjadi lebih kuat dan aku memakan apapun yang dapat meningkatkan kesehatanku," ujar Park kepada The Sun, Maret lalu.

Lupakan dulu soal binatang amfibi kesukaan Park itu. Yang pasti, Park memang selalu tampil mengesankan ketika diberi kepercayaan beraksi di lini tengah. Kadang ia bermain di kedua sayap, tapi sering pula ia menjadi striker lapis kedua karena agresivitasnya yang tinggi ke gawang lawan.

Besar di Seoul, karier Park di sepak bola justru diawali dengan bermain di Jepang bersama Kyoto Purple Sanga pada 2000. Kerja kerasnya langsung berbuah debut bersama timnas pada tahun yang sama.

Ketika Guus Hiddink membawa Korsel ke Piala Dunia 2002, nama Park selalu menghiasi skuad utama tim berjuluk "The Taeguk Warriors" itu. Itulah awal kedekatan Hiddink dan Park, yang kemudian membawa pemain 29 tahun tersebut terbang ke Belanda untuk mengikuti Hiddink di PSV Eindhoven.

Nasib Park kurang beruntung di Eredivisie. Ketika kompatriotnya, Lee Young-Pyo--juga dibawa Hiddink ke PSV--bersinar di klub tersebut, Park justru berjuang keras melawan cedera. Namun, berkat tangan dingin seorang Hiddink, gelandang setinggi 175 cm itu perlahan-lahan menemukan permainan terbaiknya.

Hanya dua musim Park berada di PSV karena ia tak bisa menolak tawaran raksasa Inggris, Manchester United. Di awal musim, Park juga berjuang keras melawan cedera. Namun, begitu sembuh, permainannya memikat Pelatih Sir Alex Ferguson.

Di klub ini, kariernya mencapai puncak. Karena kreativitasnya, beberapa kali ia menjadi man of the match dalam pertandingan-pertandingan penting. Salah satunya ketika Barcelona di semifinal Liga Champions 2008 di bulan April. Meski demikian, Park hanya bisa menonton kemenangan timnya atas Chelsea di partai final.

Di kemudian hari, Ferguson menyesal tak menurunkan Park di laga tersebut. Ferguson akhirnya membawa Park ke final 2009 dan ia menjadi pemain pertama dari Asia yang bermain di final Liga Champions. Sayang, ia dan teman-temannya gagal karena ditundukkan Barcelona yang waktu itu begitu superior.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar