Selasa, 22 Juni 2010

Wasit Juga Manusia...

Wasit asal Inggris, Howard Webb (kiri), membubarkan kerumunan pemain Spanyol yang memprotes keputusannya. Suara penonton yang riuh rendah, atmosfer pertandingan yang panas, dan tekanan dari pemain menyebabkan wasit terkadang salah mengambil keputusan.

"Wasitnya tidak adil!" Anda yang sering nonton sepak bola pasti pernah mendengar komentar ini, baik dari pemain, pelatih, maupun pendukung tim tertentu.

Komentar itu dilontarkan biasanya saat wasit memberikan penalti kepada tim tertentu, memberikan kartu merah, atau memberikan tambahan waktu cukup lama. Kejadian-kejadian tersebut memberikan kesan bahwa wasit membantu salah satu tim, terutama tim tuan rumah, untuk menang.

Mengambil sebuah keputusan dengan cepat dan benar ternyata bukanlah hal yang mudah dilakukan, termasuk oleh wasit yang sudah banyak pengalaman.

Di Inggris, sekelompok peneliti dari beberapa universitas mengadakan penelitian tentang kinerja wasit. Penelitian yang dilakukan tahun 2000 dan baru-baru ini dirilis AFP ini berjudul "Pengaruh Suara Penonton terhadap Wasit Sepak Bola dalam Mengambil Keputusan".

Sebanyak 40 wasit dari North Staffordshire Referees Club, dengan status wasit baru hingga yang sudah berpengalaman selama 43 tahun, menjadi sukarelawan dalam penelitian tersebut. Mereka diharuskan menonton pertandingan Liga Inggris antara Liverpool yang menjadi tuan rumah dan Leicester pada tahun 1999. Pertandingan ini diwarnai 47 pelanggaran.

Sebanyak 22 wasit menyaksikan pertandingan tersebut ditambah suara penonton melalui audio, tetapi tanpa komentar jalannya pertandingan. Sementara 18 wasit lainnya menonton tayangan pertandingan dalam keadaan hening.

Mereka diharuskan menilai pelanggaran yang terjadi dan mengategorikan dalam salah satu dari empat pilihan, yaitu pelanggaran untuk tuan rumah, pelanggaran untuk tim tamu, tidak terjadi pelanggaran, atau tidak yakin.

Hasilnya, wasit yang menonton dalam suasana hening lebih yakin dalam mengambil keputusan. Hal ini diperlihatkan melalui jumlah mereka yang menyatakan tidak yakin lebih sedikit dari wasit yang menonton pertandingan di ruangan dengan suara penonton.

Wasit yang berada di ruangan sepi juga lebih yakin untuk menyatakan pelanggaran lebih banyak dilakukan tim tuan rumah. Jumlah yang menyebut pelanggaran untuk Liverpool lebih banyak dibandingkan wasit yang melihat pertandingan dalam suasana ramai. Penilaian yang disampaikan wasit di tempat ramai ini hampir sama dengan keputusan wasit sebenarnya yang memimpin pertandingan.

"Kehadiran atau absennya penonton memberikan efek yang cukup dramatis," kata Profesor Alan Nevill dari Universitas Wolverhampton menyimpulkan hasil penelitian yang dipimpinnya.

Dari penelitian tersebut disimpulkan pula bahwa suara penonton cukup signifikan mengurangi jumlah pelanggaran yang diputuskan pada tuan rumah.

Penelitian tentang wasit juga diadakan di Jerman. Ahli statistik meneliti 3.519 pertandingan Divisi 1 antara tahun 1992 dan 2003, dengan mengakses bank data yang dikompilasi oleh perusahaan Innovative Media Technology and Planning (IMP).

IMP mengompilasi ratusan lembar data pertandingan dan memberikan opini apakah keputusan wasit tepat atau tidak. Hasilnya, sebanyak 5 persen gol tuan rumah menjadi bahan perdebatan. Sementara gol tim tamu, sebanyak 4 persen yang diperdebatkan.

Untuk penalti, hanya 65 persen penalti tuan rumah yang dibenarkan oleh IMP. Persentase ini lebih sedikit dibandingkan penalti untuk tim tamu, yaitu sebanyak 72 persen, yang "disahkan" IMP.

Trek atletik

Fakta menarik lainnya, seorang wasit cenderung membuat keputusan yang bisa diperdebatkan dan memberikan tambahan waktu lebih lama kepada tuan rumah saat pertandingan digelar di lapangan yang tidak memiliki trek atletik.

"Kemungkinan, wasit mengalami tekanan sosial lebih besar jika mereka berada di jarak yang lebih dekat dengan penonton," kata peneliti dari Universitas Bonn, Thomas Dohmen.

Terkait penelitian-penelitian tersebut, FIFA berkomentar, seorang wasit telah menjalani pelatihan untuk waktu yang cukup lama sebelum memimpin pertandingan. "Mereka tak akan tiba-tiba tampil di hadapan 50.000 penonton," komentar FIFA kepada AFP melalui surat elektronik.

Sementara untuk ajang sekelas Piala Dunia, persiapan mental menjadi faktor penting sebelum mereka memimpin pertandingan. Meski sudah menjalani masa persiapan sangat lama, satu pertanyaan mengenai wasit akan selalu mengemuka, "Apakah wasit bisa menjauhkan diri dari insting manusiawinya?"

Tinggi vs pendek

Untuk menjawab pertanyaan ini, peneliti dari Universitas Erasmus, Belanda, mengemukakan hasil penelitiannya. Dia meneliti pelanggaran yang terjadi di Liga Champions, Bundesliga selama tujuh musim, dan dari tiga Piala Dunia terakhir. Dari pertandingan-pertandingan tersebut, terjadi 123.844 pelanggaran yang ditandai dengan peluit yang ditiup wasit.

Saat terjadi pelanggaran yang meragukan, pemain yang bertubuh lebih tinggi biasanya cenderung dinyatakan menjadi penyebab pelanggaran, sementara pemain lebih pendek menjadi korban.

Hasil penelitian ini mirip yang terjadi pada penelitian yang dilakukan pada pertandingan basket, yaitu bahwa wasit lebih sering memilih pemain bukan bintang yang bersalah dibandingkan dengan seorang megabintang saat terjadi pelanggaran. Kesimpulannya, wasit juga manusia yang bisa melakukan kesalahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar