Selasa, 29 Juni 2010

Brasil, Para Pencinta Sepak Bola Indah

Pemain Brasil, Luis Fabiano (kedua dari kiri), Maicon (kiri), Elano (tengah), Felipe Melo (kedua dari kanan) dan Kaka, merayakan gol kedua Fabiano ke gawang Argentina pada laga penyisihan Piala Dunia 2010 di Stadion Gigante de Arroyito, Rosario, Argentina, Sabtu (5/9).

Tak mudah menjadi pelatih tim sekelas Brasil. Dua kemenangan awal yang memastikan ”Selecao”lolos ke babak kedua Piala Dunia 2010 tak cukup memuaskan penggemar mereka. Buat media Brasil dan mayoritas pendukung tim ”Samba”, kemenangan tak banyak berarti tanpa permainan indah.

Keputusan Pelatih Dunga yang keukeuh untuk bermain efisien dan meninggalkan goyang ”Samba” membuat pendukungnya geregetan. Buat mereka, jogo bonito adalah identitas dari bangsa yang bertabur pemain berbakat istimewa. Dan Piala Dunia adalah panggung utamanya, yang selalu disambut dengan antusiasme luar biasa.

Dari sopir taksi di Rio de Janeiro hingga istana presiden Palacio do Planalto di ibu kota Brasilia, piala dunia menjadi topik pembicaraan hangat. Sepak bola juga menjadi cara termudah memulai pembicaraan.

”Anda suka sepak bola? Olahraga itu sangat populer di sini, apalagi ada Piala Dunia. Semoga kami bisa bermain cantik dan menjadi juara lagi,” kata August Silva, pengemudi yang mengantar Kompas dari Bandara Antonio Carlos Jobim menuju pusat kota Rio de Janeiro, akhir Mei lalu.

Ciri khas

August mengikuti perkembangan termasuk soal lawan-lawan Brasil di Afrika Selatan dan penunjukan Brasil menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014. ”Lawan memang berat, tetapi saya yakin kami bisa juara jika mampu menampilkan ciri khas permainan kami. Apalagi, kami akan menjadi tuan rumah pada tahun 2014. Pasti akan menjadi pesta yang meriah,” ujarnya.

Antusiasme seperti itu terlihat saat selecao beruji coba melawan Zimbabwe di Harare, 2 Juni. Pertandingan itu disiarkan langsung di Brasil dan mendapat perhatian penuh warga. Di kafe dan kios makanan yang berjajar sepanjang pantai, warga berkumpul di depan televisi menyaksikan Lucio dan kawan-kawan bertanding.

Sopir taksi yang saya tumpangi petang itu juga penggemar fanatik tim ”Samba”. Dia terlihat enggan ketika petugas pul taksi mengingatkan gilirannya untuk mengantar penumpang saat laga berlangsung. Tugas itu akhirnya diterima, tanpa melepaskan pandangannya dari televisi kecil di dasbor taksinya.

Dengan gagah berani, dia melaju sambil nonton. Sesekali dia berteriak kesal jika pemain Brasil gagal memanfaatkan peluang. Mungkin dia sudah terbiasa dengan aksi berbahaya ini karena, meski penumpangnya deg-degan, perjalanan terbilang lancar. Hanya satu kali si sopir salah ambil tikungan dan masuk ke jalan buntu.

Copacabana

Potret lain kecintaan warga Brasil pada sepak bola indah bisa dilihat di sepanjang pantai Rio de Janeiro. Pantai yang membentang dari Copacabana di pusat kota, ke barat lewat Ipanema, Leblon, hingga Barra de Tijuca, yang baru dikembangkan 15 tahun terakhir, menjadi tempat yang tepat untuk mengasah kemampuan dan memamerkan kebisaan mereka mengolah si kulit bulat.

Berkat ketegasan Pemerintah Brasil menetapkan pantai sebagai ruang publik, pantai menjadi ruang terbuka untuk aktivitas warga. Tak ada satu pun hotel, resor, atau rumah tinggal dibangun di sisi pantai dan menjadikan pantai sebagai halaman belakang, seperti yang terlihat pada banyak lokasi wisata di Indonesia. Jalan yang menyusur pantai sepanjang puluhan kilometer membatasi pantai dengan bangunan permanen di seberang jalan.

Dengan pantai sebagai halaman depan, semua pihak pun tergerak untuk menjaga kebersihannya. Di hamparan pasir putih tanpa sampah itu, terdapat puluhan lapangan voli pantai yang ramai digunakan warga setiap akhir pekan.

Uniknya, hanya sedikit yang benar-benar digunakan untuk bermain voli pantai, olahraga yang juga populer di Brasil. Sebagian besar justru digunakan untuk bermain sepak bola, dua lawan dua. Tak heran, keahlian mengolah bola menggunakan kaki, kepala, dan dada terasah di sini.

”Kami memang lebih suka bermain sepak bola. Banyak pemain sepak bola juga awalnya berlatih di pantai sehingga bisa melakukan trik-trik yang indah di lapangan hijau,” ujar Jefferson, pedagang makanan di Barra de Tijuca.

Meski banyak dikritik penggemar jogo bonito, Dunga mendapatkan dukungan penuh orang nomor satu di Brasil, Presiden Luiz Inacio Lula da Silva. Presiden yang dikenal gila bola itu mendukung otoritas Dunga menentukan skuadnya, termasuk tidak membawa Ronaldinho ke Afrika Selatan. Lula juga mendukung pilihan Dunga untuk bermain efisien dan meninggalkan jogo bonito.

Ambisi Brasil

Lula adalah salah satu tokoh yang mengegolkan Brasil menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dan Rio de Janeiro menjadi tuan rumah Olimpiade 2016. Ketika membuka pertemuan para pemangku kepentingan transportasi darat Challenge Bibendum di Rio de Janeiro, awal Juni, Lula dengan tegas menyebut upayanya untuk menyejajarkan Brasil dengan negara terkemuka dunia lainnya.

”Kami bosan menjadi warga kelas dua. Tim sepak bola kami sudah menjadi juara dunia lima kali. Kini saatnya menunjukkan kami juga bisa menggelar ajang prestisius, seperti Piala Dunia dan Olimpiade,” ujarnya berapi- api.

Pasukan Dunga tampil di Afsel dengan tugas berat untuk bermain indah dan menjadi juara. Namun, tugas berat itu dijalani dengan dukungan penuh pemerintah dan warga Brasil dari kampung halaman. Karena itu, slogan yang terpasang pada bus tim Brasil di Afsel menjadi terasa sangat pas: Lotado! O Brasil inteiro está aqui dentro! (Penuh sesak! Seluruh Brasil ada di sini!).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar