Selasa, 29 Juni 2010

Indahnya Berlalu-lintas di Afsel

Sebuah mobil boks menyingkir, tanpa harus dibel karena tahu di belakangnya ada mobil yang mau melewati. Etika seperti ini membuat perjalanan di Afrika Selatan menjadi lancar dan rapi.

NYARIS dalam sepekan tak pernah terdengar bunyi klakson mobil. Jarang pula terlihat kemacetan. Semua berjalan dengan lancar, penuh etika, dan indah saat berlalu-lintas di jalan-jalan Afrika Selatan (Afsel).

Begitulah lalu-lintas di Afsel. Masyarakat negeri ini punya etika yang sangat tinggi dalam berlalu-lintas. Sehingga, jarang ada masalah di jalanan. Jika dibandingkan dengan Indonesia, rasanya menjadi jauh baik dalam kultur berlalu-lintas, etika, maupun jalanannya.

Pemerintah Afsel sangat perhatian terhadap kelancaran lalu-lintas. Mereka membangun empat jalan highway untuk memudahkan perjalanan. Nomor (N1) membentang dari Cape Town sampai Zimbabwe. N2 dari Cape Town, Port Elizabeth, sampai ke Durban. N3 dari Pretoria sampai ke Mozambik dan Botswana. Sedangkan N4 dari Johannesburg sampai ke Durban.

Keempat jalan besar itu memudahkan orang ke mana pun. Selain itu, kondisi jalan selalu terawat dengan baik. Sehingga, wajar jika perjalanan 500 km (setara Jakarta-Jogja), bisa ditempuh dalam waktu 5 jam perjalanan darat. Sebab, jalanan tak macet dan semua berjalan secara teratur, penuh etika.

Lancarnya lalu-lintas di Afsel bukan karena jumlah kendaraan sedikit. Sebaliknya, masyarakat Afsel sudah biasa dengan mobil. Mobil merupakan sarana transportasi utama dan mereka tak punya budaya memakai sepeda motor. Dalam sehari, kemungkinan kita hanya akan melihat dua sampai 10 sepeda motor di jalanan.

Hanya, etika berlalu-lintas sangat baik, ditambah fasilitas jalan yang baik pula, membuat jalanan di Afsel menyenangkan. Memang terkadang ada kemacetan, tapi tak sampai separah di Jakarta. Paling hanya mobil berhenti semenit karena macet itu sudah terhitung lama.

Yang mengagumkan, mereka punya etika dan budaya tinggi. Setiap perempatan, di kampung sekali pun, pengendara akan berhenti. Mereka melihat kanan-kiri terlebih dahulu, sebelum meneruskan mobilnya. Jika ada mobil yang sedang berjalan, meski agak jauh, selalu diberi kesempatan lewat dulu. Sehingga, tak ada usaha saling mendahului yang sering mengakibatkan keruwetan lalu-lintas.

Di jalanan, jika ada mobil yang menyusu dari belakang, sang sopir sudah tahu dari spion bahwa ada yang ingin mendahului. Maka, dia akan memberi lampu sign kiri dan minggir. Sehingga, mobil di belakangnya akan mudah melewatinya.

Karena sudah diberi jalan, mobil tersebut juga harus mengucapkan terima kasih. Caranya, setelah melewati mobil, dia akan menghidupkan sign ganda sebagai tanda terima kasih. Maka, mobil yang dilewati akan membalas dengan lampu hazard sebagai tanda menerimanya. Rasanya sangat romantis.

Maka, meski di jalan besar sekali pun, tak ada mobil yang menyalip mobil lain dari kiri. Mereka selalu berusaha dari kanan dan mobil di depannya akan memberi jalan.

"Jangan sekali-kali meminta jalan dengan memencet klakson. Maka, meski akan dikasih jalan, Anda akan diumpat," jelas Chris Mullin, sopir mobil sewaan.

Peraturan di Afsel juga sangat ketat, sehingga para pengendara pun berusaha hati-hati. Di highway, kecepatan hanya dibatasi sampai 140 km per jam. Di atas itu, di suatu tempat maka mobil itu akan terpotret dan tak lama kemudian akan mendapat surat denda. Oh ya, polisi lalu-lintas di Afsel bekerja dengan tertib dan disiplin. Mereka tak berani menerima suap di jalanan atau bahkan sengaja melakukan pungli.

"Apa, membayar polisi? Oh, bung, di sini belum pernah saya mendengarnya. Kalau Anda mencobanya, bisa terkena denda lebih berat," kata Philip Treeby, seorang sopir saat ditanya tentang pungli.

Tanda lalu-lintas juga dipatuhi. Di perempatan, misalnya, tak ada yang menyerobot lampu merah atau berjalan sebelum lampu hijau. Selain itu, pemberian izin mengemudi (SIM) di Afsel juga ketat. Jika tak lulus ujian, maka tak akan pernah mendapatkan SIM. Ujiannya pun juga dilakukan secara serius, bukan sekadar formalitas.

Maka, jika biasa hidup di negara yang lalu-lintasnya kacau, berlalu-lintas di Afsel terasa indah. Wajar jika pada pertandingan Inggris lawan Jerman di Stadion Free State, Bloemfontein, banyak suporter yang datang langsung dari Pretoria dan Johannesburg. Padahal, jarak Johannesburg ke Bloemfontein sekitar 500 meter. Jika dari Pretoria bisa 600 meter.

Namun, perjalanan setara Jakarta-Jogja itu hanya ditempuh dalam waktu 4,5 atau 5 jam memakai mobil. Sementara perjalanan Jakarta-Jogja dengan mobil bisa mencapai 11 sampai 12 jam.

Jalan tol di Afsel sama lebarnya dengan jalan tol di Indonesia. Cuma kondisinya sangat halus dan terawat. Yang membuat perjalanan menjadi lancar, karena budaya berlalu-lintas sudah baik dan rapi. Sehingga, semuanya merasa lancar.

Ah, seandainya itu terjadi di Indonesia...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar