Rabu, 30 Juni 2010

Tontonan dan Tuntunan

Ekspresi Pelatih Argentina Diego Maradona tertayang dayar raksasa saat Argentina menggulung Meksiko. Di balik semua keraguan, Maradona sebagai pelatih tetap menganut sepak bola menyerang.

PELATIH di ajang Piala Dunia selalu dihadapkan pada dua pilihan, mengutamakan tontonan atau tuntunan. Jika memilih tontonan, pelatih bakal mengutamakan sepak bola menyerang yang indah dan enak dilihat. Sebaliknya, jika memilih tuntunan, kemenangan pun menjadi target utama. Indah tidaknya sepak bola menjadi urusan kesekian karena pelatih dituntut harus mampu menuntun timnya menjadi pemenang.

Putaran pertama Piala Dunia 2010 dinilai sangat menggambarkan situasi tim-tim peserta yang mengutamakan tuntunan, alias mengutamakan kemenangan. Kalaupun tidak memungkinkan menang, tim akan bermain seaman mungkin agar tidak gampang kebobolan.

Kehati-hatian menjadi tema utama tim saat mulai menginjakkan kaki di Afrika Selatan. Lihat saja jumlah gol yang tercipta. Babak pertama Piala Dunia 2010 dinilai terlalu miskin gol.

Sudah gamblang diketahui bahwa jumlah gol selama penyisihan grup Piala Dunia 2010 lebih sedikit ketimbang Piala Dunia edisi-edisi sebelumnya. Tengok saja rata-rata gol di setiap laga penyisihan grup Piala Dunia 2010. Angkanya paling kecil dibandingkan dengan Piala Dunia 1978 hingga Piala Dunia 2006.

Dua laga pertama

Namun, data tersebut masih belum bisa 100 persen membenarkan anggapan bahwa pelatih bersikap ekstra hati-hati ketika datang ke Afsel. Data yang lebih pas menggambarkan kehati-hatian pelatih dan tim adalah jumlah gol di dua pertandingan pertama grup.

Dua pertandingan awal ini dinilai sangat krusial oleh pelatih karena merupakan kesempatan pertama menjajal lawan. Contohnya, dua partai pertama di Grup G yang mempertemukan Portugal dengan Pantai Gading, serta Brasil dengan Korea Utara.

Raksasa sepak bola Brasil hanya menang 2-1 atas Korut, sedangkan Portugal imbang 0-0 dengan Pantai Gading. Setelah dua pertemuan pertama itu, Korut digasak Portugal 0-7 dan dicukur Pantai Gading 0-3. Brasil juga melipat Pantai Gading 3-1. Sayangnya, ketika Brasil bertemu Portugal, permainan ekstra hati-hati kembali dikedepankan oleh kedua tim. Mereka pun bermain imbang 0-0.

Pada Piala Dunia 2010, total jumlah gol yang tercipta dalam dua pertandingan pembuka Grup A hingga Grup H ialah 25 gol. Angka ini kemudian dibagi dengan 16 pertandingan (2 pertandingan x 8 grup) sehingga diperoleh angka rata-rata 1,56 gol di setiap pertandingan.

Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata gol di dua pertandingan pertama grup sejak Piala Dunia 1978 hingga Piala Dunia 2006. Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan layak diacungi jempol. Rata-rata tiga gol tercipta pada dua laga pertama grup.

Pada edisi- edisi Piala Dunia lainnya, angka rata-rata berkisar pada dua gol.

Baru pada Piala Dunia 2010, angka rata-rata itu kurang dari 2 gol. Dari segi tontonan dan jumlah gol, statistik itu tentu mencerminkan betapa pertandingan pembuka grup di Afsel tidak enak dilihat, alias kurang menarik.

Tanggung jawab pelatih

Jumlah gol, bagaimanapun, merefleksikan kebuntuan serangan, kecenderungan bermain defensif, dan permainan yang bertempo lambat. ”Saya rasa para pelatih bertanggung jawab terhadap situasi ini. Mereka semua menerapkan taktik yang terlalu hati-hati. Ini membuat gol yang tercipta sedikit. Turnamen menjadi menjemukan,” kata Clarence Seedorf, mantan pemain tim nasional Belanda.

Selama Piala Dunia 2010 berlangsung, mantan gelandang AC Milan itu jadi komentator BBC.

Meski kurang menyetujuinya, menurut Seedorf, sikap berhati- hati yang berlebihan memiliki dasar argumen kuat. ”Kemampuan teknis semua pemain sekarang sudah sedemikian sama sehingga mau tidak mau setiap orang harus menghormati semua tim secara sejajar,” katanya dikutip guardian.co.uk.

”Tim-tim tampaknya tahu betul mereka akan menjalani pertandingan perdana dan sangat penting bagi mereka untuk tidak sampai kalah,” ujar Seedorf.

Namun, Seedorf tetap menyampaikan, bagaimanapun, menyerang adalah kunci menuju kemenangan. Bersikap ekstra hati- hati tidak bisa diandalkan untuk mengalahkan lawan. ”Saya dibesarkan dalam tradisi sepak bola Belanda. Kalau mau bertahan dalam turnamen, Anda harus mencetak gol,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar