Kamis, 17 Juni 2010

Jabulani yang Meresahkan Penjaga Gawang

Dari satu Piala Dunia ke Piala Dunia lain, yang dipersoalkan pemain—terutama penjaga g awa n g —selalu berkisar soal bola yang akan digunakan sepanjang turnamen. Kali ini, bola produksi Adidas yang diberi nama Jabulani (bahasa isiZulu yang berarti ”meraya kan”) dikritik habis antara lain oleh kiper Inggris, David James, dan kiper Italia, Gianluigi Buffon.

"Bola ini mengerikan,” kata James. ”Jelas, sangat tak bisa diprediksi ke mana bola melayang.” Sementara kiper Spanyol, Iker Casillas, menganggap bola sulit dikontrol. Buffon tak mau kalah. Ia bilang, ”Saya sudah cirikan sejak hari pertama, bola ini tidak benar.”

Bisa dimaklumi jika mereka bersikap seperti itu. Sebelum gawang kebobolan, lebih baik mereka bersiap untuk menyangkal bahwa penyebabnya adalah ketidakmampuan mereka, bukan akibat bola.

Gelandang Inggris, Frank Lampard, tahu betul reaksi para pemain bola terhadap benda baru. Karena itu, ia memberikan pandangan yang berbeda. ”Kalau pemain banyak mengeluh soal ukuran atau berat (bola), saya kira mungkin masalahnya adalah pada pemain bola itu sendiri,” ujar Lampard.

Hans-Peter Nuernberg, insinyur senior untuk pengembangan sepak bola pada perusahaan Adidas, tertawa ketika ditanya apakah benar keluhan para penjaga gawang itu. ”Mereka selalu mencari kesalahan pada bola,” ujar Nuernberg ketika ditemui wartawan Kompas, Fitrisia Martisasi, di Sandton Convention Center, Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu (12/6).

Ia juga menyangkal pandangan bahwa Jabulani lebih ringan dari bola yang biasa dipakai berlaga. ”Mana mungkin kami keluar dari standar FIFA. Berat, ukuran kebulatan, pantulan, dan lain-lain harus kami patuhi,” ujarnya.

Lingkar bola standar FIFA adalah 68,5 cm-69,5 cm, sedangkan Jabulani berukuran 69 cm dengan marjin kekeliruan +/- 0,2 cm. Sementara itu, berat bola yang diizinkan FIFA adalah 420-445 gram. Adidas lantas membuat Jabulani dengan berat 440 gram dengan marjin kesalahan (+/- 2 gram).

Begitu juga dengan masalah penyerapan air. FIFA menetapkan, bola yang menyerap air tidak boleh bertambah lebih dari 10 persen bobot bola. Angka ini oleh Adidas dibuat 0 persen. Standar lain pun—seperti kebulatan, retensi bentuk dan ukuran, pantulan bola, serta derajat kehilangan tekanan—dipenuhi sesuai standar FIFA, bahkan lebih.

Bahwa bola terasa ringan, kata Nuernberg, itu adalah persepsi seseorang, bukan fakta yang nyata. ”Ya itu benar,” ujar Dr Andy Harland, peneliti senior teknologi olahraga di University of Lougborough, Leicestershire, Inggris, yang melakukan riset untuk Jabulani pada aspek aerodinamikanya.

Namun, ia sekaligus mengakui bahwa pada ketinggian lokasi bermain yang berbeda, bola akan melayang secara berbeda pula. ”Semua bergantung pada densitas udara. Jadi, semakin tinggi lokasi pertandingan dari atas laut, bola akan melayang lebih jauh dan lebih cepat. Kiper, misalnya, harus memperhitungkan saat itu ia bermain pada ketinggian berapa,” kata Harland.

”Jadi, kiper harus bergerak lebih cepat jika main di dataran tinggi karena bola juga akan bergerak lebih cepat.” Artinya, kecepatan bola di Johannesburg, yang ketinggiannya 1.700 meter di atas permukaan laut, tentu berbeda dengan di Cape Town yang sejajar laut.

Lantas seberapa besar perbedaan antara penggunaan bola di dataran tinggi dan di dataran rendah? ”Perbedaannya bisa 5 persen dalam kecepatan,” tambah Harland. ”Lima persen tampaknya kecil, tetapi bagi pesepak bola internasional, sekecil apa pun perbedaannya, ia pasti bisa merasakan.”

Panel 3D

Jabulani yang meramaikan Piala Dunia 2010 ini istimewa, terutama jika dilihat dari desain dan teknologi yang digunakan. Jika bola umumnya dibuat dengan 32 panel, Jabulani hanya menggunakan delapan panel. Setiap panel merupakan panel tiga dimensi.

”Ini yang membedakan dengan bola lain pada umumnya,” kata Nuernberg. ”Sejak dari bahan dasar awal, ia tidak dibuat dari sebuah bahan yang rata, tetapi sudah dibuat tiga dimensi.”

Pembuatan bola dari bahan yang rata biasanya akan membentuk semacam kerutan saat dipasang, apalagi jika pembuatannya dilakukan secara tradisional dengan menggunakan tangan. Ini akan membuat bola melayang tidak stabil. Ketidakstabilan bola lain pada umumnya semakin bertambah dengan banyaknya panel (32 buah) yang berarti banyak sambungan. ”Pergerakan bola akan menjadi tidak konsisten,” kata Nuernberg.

Untuk mendapatkan pergerakan bola di udara yang konsisten, University of Lougborough melakukan uji di terowongan angin. Pengujian dilakukan terhadap lebih dari 40 bola.

”Kami coba berbagai prototipe sampai ditemukan konfigurasi yang lumayan tepat. Lalu semua itu diuji di dalam terowongan angin untuk mendapatkan konfigurasi yang tepat,” tambah Nuernberg.

Berulang kali Harland meminta dibuatkan sejumlah prototipe bola yang tidak bakal dipakai di turnamen, misalnya yang sambungan pada belahan yang satu berbeda dengan belahan yang lain. Ini semua untuk mendapatkan pemahaman dasar sains tentang sebuah bola yang konsisten atau tidak.

”Sebagian besar bukan berbentuk bola, tetapi kombinasi matematis. Jadi sifatnya lebih konsep teoretis daripada desain bola itu sendiri. Itu mulai kami lakukan tahun 2006, jauh sebelum Piala Dunia 2010,” kata Harland.

Bukan hanya secara desain dan teknologi pengujian yang membuat Jabulani istimewa. Bahan yang digunakan pun dibuat sesempurna mungkin meski diakui Nuernberg selalu ada ruang ketidaksempurnaan di dalam pembuatan bola baru.

Mudah dibentuk

Bahan yang dipakai sebagai lapisan luar adalah plastic polyurethane—yang mudah dibentuk tiga dimensi—sementara di dalamnya adalah busa karet dan busa plastik. Permukaan Jabulani juga memiliki bintik-bintik kecil yang digunakan untuk membelah air saat permainan berlangsung di tengah turunnya hujan.

Namun, secara keseluruhan bola Jabulani itu terasa begitu mulus saat dipegang. Ia seperti diselimuti kaca sehingga permukaannya pun tak bakal lecet jika digaruk. Permukaan mulus ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian yang ada cetakannya (seperti lambang Piala Dunia 2010, tulisan nama timnas yang berlaga dan stadion yang dipakai, dan lain-lain) tak akan membuat bola mendapat hambatan berarti.

”Friksi tentu ada, tetapi konsisten. Tidak masalah menendangnya dari sisi sebelah mana, bola Jabulani ini akan memberikan respons yang sama,” kata Nuernberg.

Dengan desain dasar putih dan motif 11 warna—yang melambangkan 11 bahasa, kultur, dan akar serta 11 orang dalam satu tim—Jabulani yang konsisten ini akan berperan dalam menentukan tim mana yang akan menjadi pemenang. Untuk itu, Jabulani akan merayakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar