Sabtu, 19 Juni 2010

Tegangnya Tersesat di Bronx-nya Afsel

Suasana sebuah jalan di Hillbrough, Johannesburg. Ini markasnya para penjahat di Johannesburg, hingga sering disebut Bronk-nya Afsel.

JOHANNESBURG, — Meski bukan salah satu ibu kota, Johannesburg merupakan kota besar. Jangankan orang luar, orang kota itu sendiri terkadang bisa tersesat, atau setidaknya bingung mencari jalan.

Demikian pula yang dialami KOMPAS.com saat akan menyaksikan pertandingan Argentina lawan Korea Selatan di Stadion Soccer City, Soweto, Kamis (17/6/2010).

Soweto sangat dekat dengan Johannesburg. Maka, dari Pretoria, kami harus melewati Johannesburg. Sopir kami yang dari Pretoria termasuk tak hafal dengan lingkungan Johannesburg, apalagi Soweto. Padahal, dia pernah mengantar saya ke stadion tersebut pada 6 Juni lalu.

Pada kunjungan pertama, dia keliru jalan ke daerah rawan Soweto. Maka, untuk yang kedua ini, dia memakai global positioning system (GPS). "Aman, pasti sampai ke tempat tujuan tanpa harus bertanya-tanya lagi. Saya malas bertanya di daerah Johannesburg atau Soweto karena sangat berbahaya," kata Philip, sang sopir itu.

Johannesburg termasuk daerah paling tinggi kriminalitasnya. Tetangganya, Soweto, juga tak jauh berbeda. Orang asing harus superhati-hati jika pergi ke dua daerah tersebut.

Dengan tenangnya, kami mengikuti petunjuk GPS. Diminta ke kanan, kami ke kanan. Diminta ke kiri, kami belok kiri. Tapi, tiba-tiba sang sopir teriak kaget dan mengumpat-umpat.

"Gila, kenapa GPS membawa kita ke sini?"

Saya pun ikut kaget dan bertanya kepadanya. Philip menjawab, "Ini daerah yang sangat berbahaya. Tutup jendela dan mata terus terbuka. Sangat-sangat berbahaya, Bung! Ini Hillbrough!" katanya, agak gemetar.

Ya, Hillbrough tak ubahnya Bronx di New York. Semua kejahatan berpusat di sini. Kriminalnya tak hanya dari Afsel, tapi juga hampir semua negara Afrika ada di sini.

Kami pun menjadi tegang. Apalagi, jalan begitu padat, seperti jalan ke arah Tanah Abang, Jakarta. Bedanya, di sini setiap mata menatap kami dengan tajam dan curiga, seolah-olah ingin segera melahapnya. Mereka juga tak memedulikan lampu perempatan sehingga kami sering kesulitan menjalankan mobil.

Sang sopir semakin panik karena tak tahu harus ke mana lagi. Sebab, dia merasa ditipu teknologi. Akhirnya, kami justru semakin tersesat dan terbawa ke daerah yang makin tak jelas.

"Jangan percaya sepenuhnya kepada teknologi. GPS ini telah membawa kita ke daerah berbahaya," geramnya. Dia semakin takut sebab mobil bukannya mengarah ke daerah aman, tetapi justru ke daerah yang semakin rawan dan gelap.

Saya pun mencoba mengabadikan suasana Hillbrough, Bronx-nya Afsel. Namun, Philip segera melarangnya. "Jangan! Seseorang akan melihat kamu membawa kamera. Kemudian, saya tak bisa jamin keamanannya. Mereka bisa saja memecah kaca dan meminta paksa. Itu sering terjadi," katanya.

Saya pun langsung memasukkan kamera ke tas, namun beruntung masih bisa mengambil dua gambar. Satu gambar suasana pinggir jalan Hillbrough, satu lagi gambar beberapa gelandangan kedinginan di pinggir gedung.

Sebenarnya, menuju Stadion Soccer City sangat enak sebab hampir semua highway (jalan cepat) menuju ke stadion itu. Namun, jika memercayakan arah jalan kepada GPS, kita bisa dilewatkan ke daerah-daerah yang aneh dan rawan.

Beruntung, kami akhirnya segera menemukan jalan cepat. Tak lama kemudian, wajah Stadion Soccer City terlihat. Aman, sudah! "Saya tak akan melewati daerah itu lagi, sangat berbahaya!" kata Philip setelah aman, sambil tertawa lega.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar