Rabu, 14 Juli 2010

Belanda Membayar Permainan Keras

JOHANNESBURG, - Pendekatan fisik yang dimainkan oleh tim Belanda di final Piala Dunia 2010 dan berakhir dengan kekalahan 0-1 dari Spanyol dinilai memalukan. ”Oranye ” bermain keras sejak awal laga untuk memotong aliran bola ”La Furia Roja” dan merusak ritme ”tiki-taka”.

Strategi Pelatih Bert van Marwijk untuk bermain dengan pendekatan fisik memang berhasil merusak permainan tiki-taka Spanyol. Emosi sejumlah pemain Spanyol pun terpancing sehingga pola permainan indah seperti saat mengalahkan Jerman 1-0 tidak muncul.

Belanda membayar permainan keras itu dengan ganjaran sembilan kartu kuning, termasuk dua kartu kuning untuk John Heitinga yang diikuti kartu merah. Dari 11 pemain yang bermain sejak awal pertandingan, hanya Wesley Sneijder, Dirk Kuyt, dan kiper Marteen Sketelenburg yang tidak menerima kartu kuning.

Pendekatan fisik yang dijalankan oleh Belanda menjadi terlalu kasar setelah Mark van Bommel melakukan ganjalan keras dari belakang dan Nigel de Jong mendomonstrasikan tendangan kung fu ke dada Xabi Alonso. Untung, wasit Howard Webb tidak mengganjar kartu merah kedua gelandang bertahan ”Oranye” itu.

”Spanyol adalah negeri dengan sepak bola terbaik dalam beberapa tahun terakhir, jadi kami perlu mendominasi permainan untuk mengalahkan mereka,” ujar van Marwijk.

Strategi van Marwijk itu memang efektif merusak permainan tiki-taka Spanyol. Bahkan, tercipta dua peluang emas saat Arjen Robben berhasil lolos dari jebakan offside dan tinggal menghadapi kiper Iker Casillas. Dua peluang emas mencetak gol itu terbuang sia-sia berkat kepiawaian dan ketenangan kiper senior Casillas.

”Kami menjalankan taktik dengan baik. Kami berada dalam posisi yang bagus. Ini memang bukan gaya kami, tetapi Anda bermain untuk menang,” ujar van Marwijk membela strategi fisik yang ia terapkan.

Spanyol yang kehilangan pola permainan sempat keteteran oleh serangan-serangan balik Belanda. Namun, kemampuan individu para pemain Spanyol mampu kembali mempertahankan penguasaan bola meskipun aliran bola kurang lancar.

Spanyol yang mampu bertahan dalam tekanan itu tidak lepas dari keberadaan enam pemain yang terbiasa bekerja sama di klub Barcelona. Mereka sudah menyatu dan tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi kebuntuan permainan.

Belanda terjebak dalam strateginya sendiri dan tidak mampu mengembangkan permainan. Pilar serangan mereka, Wesley Sneijder, Dirk Kuyt, dan Arjen Robben tidak bisa mengembangkan permainan. Penyerang tunggal Robin van Persie nyaris tidak pernah memperoleh bola.

Pola permainan keras Belanda itu dikecam oleh sejumlah pengamat sepak bola, termasuk Alan Hansen, mantan bek Liverpool, yang menilai strategi Belanda sebagai aib.

”Jika Belanda juara, akan buruk bagi sepak bola karena tidak ada tempat untuk cara yang mereka lakukan,” ujar Hansen kepada BBC Sport. Media massa di Belanda pun mengecam permainan keras yang menambah parah tiga kali kegagalan menjadi juara dunia setelah 1974 dan 1978. Belanda membayar permainan kerasnya dengan kekalahan dan kecaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar