Senin, 12 Juli 2010

Seharusnya Milik Spanyol

Pendukung Spanyol berteriak menyambut kedatangan skuad nasional Spanyol di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu (10/7). Spanyol akan berhadapan dengan Belanda pada laga final di Stadion Soccer City, Minggu (11/7).

Beberapa hal baru akan lahir dari partai final itu. Ini final pertama di Benua Afrika, juga gelar juara dunia yang pertama bagi kedua tim, dan pemenangnya bakal jadi tim Eropa pertama yang juara di luar Benua Eropa. Bakal lahir juara baru setelah 80 tahun Piala Dunia bergulir trofi hanya beredar di tujuh negara: Brasil (lima kali), Italia (empat), Jerman (tiga), Argentina dan Uruguay (dua), serta Inggris dan Perancis (satu).

Yang menggembirakan, Belanda ataupun Spanyol sama-sama bisa menurunkan skuad terbaik mereka. Pelatih Belanda Bert van Marwijk, misalnya, bisa memainkan lagi bek kanan Gregory van der Wiel dan gelandang bertahan Nigel de Jong.

Pun Spanyol dapat tampil dengan kekuatan penuh. Pelatih Spanyol Vicente Del Bosque tinggal memilih ramuan yang pas dan cocok untuk meredam Belanda.

”Kami akan fokus pada apa yang harus kami lakukan karena kami ingin lebih (dari sekadar finalis),” ujar Del Bosque. Spanyol memukul Jerman 1-0 di semifinal lewat sundulan Carles Puyol dan jadi tim ketiga berstatus juara Eropa yang tampil di final Piala Dunia setelah Italia (1970) dan Jerman Barat (1982).

”Spanyol lebih bagus dan pantas menang atas Jerman. Mereka tim terbaik di dunia saat ini,” puji Van Marwijk.

Pujian Van Marwijk tidak dilebih-lebihkan. Akan tetapi, melihat profil kekuatan tim dari segi pemain, Belanda maupun Spanyol relatif berimbang. Mereka memainkan pola yang sama, 4-2-3-1, dengan gaya permainan yang juga relatif sama. Tidak sulit memahami hal itu mengingat kedua tim memiliki satu akar rumpun permainan sepak bola.

Spanyol banyak dipengaruhi gaya klub Barcelona, yang hingga kini berpegang teguh pada mantra Johan Cruyff, legenda dan sering disebut bapak sepak bola Belanda era modern. Delapan pemain Spanyol berasal dari Barcelona, enam di antaranya rutin jadi starter. ”Gaya permainan Spanyol adalah gaya Barcelona,” tulis Cruyff dalam kolomnya di koran El Periodico, Kamis, sembari memprediksi Spanyol juara.

Kekuatan yang berimbang antara Belanda dan Spanyol tidak hanya terlihat dari komposisi pemain di lapangan serta bangku cadangan. Dari catatan pertemuan (head-to-head) juga berimbang: Belanda dan Spanyol masing-masing menang empat kali dari sembilan laga serta sekali seri. Pertemuan terakhir mereka, 27 Maret 2002, pada laga persahabatan di Rotterdam saat Belanda menang 1-0.

Spanyol favorit

Meski demikian, Spanyol lebih diunggulkan. Bukan hanya oleh ”Paul” yang tidak berakal itu, Johan Cruyff yang maestro sepak bola Belanda, dan Pelatih Jerman Joachim Loew, tetapi juga oleh Pelatih Belanda Van Marwijk saat menyebut ”Spanyol tim terbaik dunia”. Di Johannesburg, hingga Jumat sore sangat sulit menemukan kostum Spanyol di toko-toko atau mal. Ludes!

Itu sebabnya di final tersebut pemain Belanda seperti menghadapi favoritisme Spanyol yang disematkan sebagian besar kalangan, termasuk mungkin di seluruh dunia. ”Saya sama sekali tidak tertarik soal siapa yang favorit di final itu. Saya juga tidak peduli apa yang dikatakan seluruh dunia,” ujar Van Marwijk.

Dengan sejumlah kesamaan di atas, adakah perbedaan di antara kedua tim yang bisa memengaruhi hasil akhir laga? Salah satu perbedaan mencolok di antara mereka, Belanda lebih tajam dan lebih mematikan saat menyerang, tetapi mereka sering lengah bertahan. Tujuh gol mereka di babak knock-out dan empat gol kemasukan berbicara soal itu.

Hal itu pengaruh dari naluri menyerang di darah pemain Belanda. Bek sayap kiri-kanan, Van der Wiel dan kapten Giovanni van Bronckhorst, saking agresifnya lebih mirip gelandang serang. Gelandang jangkar Mark van Bommel dan De Jong juga sering naik ikut menyerang. Ditambah trio Arjen Robben (kanan), Wesley Sneijder (tengah), dan Dirk Kuyt (kiri), serta striker Robin van Persie, tim ”Oranye” sangat agresif.

Hal ini berbeda dengan Spanyol yang cenderung dominan lewat penguasaan bola dan ”passing tiki-taka”. Masalahnya, Spanyol lemah dalam penyelesaian akhir. Kelemahan ini tidak mereka alami saat menjuarai Euro 2008. Satu penyebabnya, Del Bosque memainkan dua gelandang bertahan (Sergio Busquets dan Xabi Alonso) karena sulitnya mencari figur serupa Marcos Senna di Euro 2008. Ia menyatakan tidak akan banyak mengubah formasi kecuali hanya apakah Pedro atau Fernando Torres yang turun sejak awal.

Laga final dipimpin wasit Inggris, Howard Webb, dan Spanyol ingin membuktikan mereka layak jadi favorit. Jadi, Belanda atau Spanyol? Gurita ”Paul” menjawab: Spanyol!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar