Selasa, 13 Juli 2010

Jerman Pulang dengan Hati Lega

Gambar potret mantan Presiden Afrika Selatan (Afsel) Nelson Mandela berukuran raksasa dibuat oleh seorang artis Italia, Dario Gambarin, di areal tanah seluas 27.000 meter persegi di Castagnaro, bagian utara Italia, Minggu (11/7). Gambar ikon anti-apartheid itu dibuat untuk menandai berakhirnya Piala Dunia di Afsel.

Jika tidak ada perubahan jadwal, saat Belanda dan Spanyol berduel memperebutkan trofi juara dunia 2010, Senin (12/7) dini hari WIB tadi, para pemain Jerman sedang dalam penerbangan pulang ke negeri mereka. Tidak penting bagi mereka siapa juaranya. Bagi mereka, cukup melegakan tidak pulang dengan tangan hampa setelah merebut peringkat ketiga dengan memukul Uruguay 3-2 (1-1) di Stadion Nelson Mandela Bay, Port Elizabeth, Sabtu atau Minggu dini hari WIB.

Ini peringkat ketiga Jerman dalam dua Piala Dunia secara berturut-turut atau untuk ke-11 kali mereka menembus tiga besar dalam 19 kali perhelatan Piala Dunia. Angka itu cukup memberikan gambaran kehebatan tim ”Panser” dalam percaturan sepak bola dunia. Kendati gagal melaju ke final setelah dihentikan Spanyol 0-1, tidak ada alasan bagi tim asuhan Pelatih Joachim Loew untuk kecewa.

Mereka datang ke Afrika Selatan dengan sebagian pemain muda. Thomas Mueller, salah satu dari mereka, bahkan baru bergabung dengan tim nasional senior, Maret lalu. Sebagian dari mereka para alumnus tim nasional U-21 yang menjadi juara Eropa 2009 dan telah merebut posisi inti di tim nasional senior. Itu sebabnya, meski harus puas dengan medali perunggu, Loew menegaskan, mereka pulang dengan perasaan sangat lega.

”Kami telah mencapai lebih dari yang mungkin kami semula harapkan. Begitu laga berakhir, tidak ada alasan untuk kecewa. Setelah laga melawan Spanyol, semua orang kecewa, tetapi para juara bangkit lagi. Kami punya banyak alasan untuk benar-benar puas atas penampilan kami di turnamen ini. Jadi, tak ada ruang untuk kecewa,” katanya.

Banyak alasan publik sepak bola Jerman dan penggemarnya untuk puas atas performa Philipp Lahm dan kawan-kawan. Pertama dan yang paling nyata, keberanian dan kepercayaan penuh Loew memainkan beberapa pemain muda.

Fenomena Mueller

Hal ini contoh positif dan memberikan pelajaran banyak hal bagi publik sepak bola dunia, seperti pentingnya pembinaan usia dini, regenerasi pemain, hingga pentingnya para pemain muda mendapat kepercayaan. Pada sosok Mueller, pencipta gol pertama Jerman ke gawang Uruguay pada menit ke-19, konsep pentingnya regenerasi pemain itu mendapat pembenaran konkret.

Mueller mengoleksi lima gol, menyamai Diego Forlan, David Villa, dan Wesley Sneijder sebelum final digelar, pada debutnya di Piala Dunia. Selain terpilih sebagai Pemain Terbaik Laga, darah muda Bayern Muenchen itu juga masuk kandidat Pemain Muda Terbaik Piala Dunia 2010, bersaing dengan Andre Ayew (Ghana) dan Giovani dos Santos (Meksiko).

Dalam usianya yang ke-20 tahun, ia pemain termuda kedua dalam sejarah Piala Dunia yang mencetak lima gol dan hanya kalah dari legenda Brasil, Pele. Saat mencetak lima gol Piala Dunia di Swedia 1958, Pele berusia 17 tahun 249 hari. Tapi, jangan lupa, lima gol Mueller itu diperolehnya hanya dari delapan penampilan internasional (cap) dan terlibat dalam proses terciptanya delapan gol Jerman di Piala Dunia kali ini.

Alasan kedua publik bola Jerman dan penggemarnya untuk puas adalah permainan atraktif yang mereka perlihatkan sepanjang turnamen dan produktivitas gol mereka. Dengan pengecualian saat kalah 0-1 dari Serbia dan Spanyol, seluruh penampilan tim ”Panser” sangat atraktif lewat permainan menyerang dan cepat dengan polesan satu-dua sentuhan antarpemain yang menawan.

Bekas kiper tim nasional Jerman, Oliver Kahn, mengaku terkejut, para pemain Jerman bisa bermain seperti itu, mendekati gaya permainan tim Amerika Selatan. Dan, satu hal yang tidak dimiliki tim lain, soal produktivitas gol. Dari tujuh pertandingan, mereka menambang 16 gol, separuh di antaranya mereka panen saat menekuk Inggris 4-1 dan melumat Argentina 4-0.

”Tim ini telah membuktikan bahwa kami mampu bermain dalam level puncak,” kata Mueller. ”Laga (melawan Uruguay) juga membuktikan karakter tim kami. Saya sangat bangga menjadi bagian tim ini meski sempat bercucuran air mata karena gagal ke final,” ujar Bastian Schweinsteiger.

Sama-sama senang

Penampilan terakhir mereka melawan Uruguay, Sabtu lalu, menegaskan ulang karakter asli tim Jerman yang tidak pernah menyerah sebelum peluit akhir berbunyi. Setelah unggul 1-0, sembilan menit kemudian mereka disamakan 1-1 oleh gol Edinson Cavani dan tertinggal 1-2 saat Diego Forlan menceploskan gol indah tendangan voli menit ke-51. Marcell Jansen menyamakan 2-1, menit ke-56.

Laga seolah harus diteruskan lewat babak perpanjangan waktu sebelum akhirnya delapan menit menjelang bubaran Sami Khedira memastikan kemenangan Jerman 3-2. Namun, kemenangan itu nyaris tertunda ketika tendangan Forlan membentur mistar gawang Jerman persis sebelum peluit terakhir wasit berbunyi.

”Saya pikir, ini baru laga sepak bola sebenarnya. Mereka (kedua tim) menyuguhkan permainan hebat,” kata Oscar Tabarez. Lebih dari sekadar permainan hebat, bagi Uruguay pencapaian ini juga melebihi harapan semula. ”Jelas, terasa spektakuler kami berada di empat besar. Sekalipun ditanya di awal, (masuk empat besar) sudah membuat saya senang. Ini hasil postif.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar